A. LINGKUNGAN
1)
PENGERTIAN LINGKUNGAN
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang
mencakup sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta
flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan dengan
kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana
menggunakan lingkungan fisik tersebut.(wikipedia)
2)
KLASIFIKASI LINGKUNGAN
Bagi kehidupan manusia, lingkungan adalah segala
sesuatu yang ada sekitarnya, baik berupa benda hidup , benda mati, benda nyata
ataupun abstrak termasuk manusia lainnya serta suasana yang terbentuk karena
terjadinya interaksinya antara elemen-elemen di alam tersebut. Berikut
merupakan pengklasifikasian lingkungan berdasarkan kebutuhannya agar
mempermudah pemahamannya:
1.
Lingkungan yang hidup (biotik)
dan Lingkungan tak hidup (abiotik)
2.
Lingkungan alamiah dan
Lingkungan buatan manusia
3.
Lingkungan prenatal dan
Lingkungan postnatal
4.
Lingkungan biofisis dan
Lingkungan psikososial
5.
Lingkungan air (hidrosfer),
Lingkungan udara (atmosfir), Lingkungan tanah (litosfir), Lingkungan biologis
(biosfir), dan Lingkungan social (sosiofir)
6.
Kobinasi dari
klasifikasi-klasifikasi tersebut.
3)
MODIFIKASI LINGKUNGAN
Manusia banyak menggantungkan hidupnya dengan
lingkungan atau alam sekitarnya. Selain sebagai tempat tinggal hal yang paling
utama adalah alam menyediakan bahan makanan bagi manusia. Manusia primitive
sangat bergantung pada jumlah makanan yang disediakan oleh alam. Karena itulah
alasan mengapa mereka hidup berpindah-pindah (nomaden), karena jumlah makanan
yang tersedia di tempat semula mereka tinggal semakin berkurang persediaannya.
Sedangkan manusia mengalami pertambahan jumlahnya, maka mereka pun mencari
lahan persediaan makanan yang baru. Siklus hidup tersebut lambat laun berubah
seiring berkembangnya tingkat kecerdasan manusia yang melahirkan pola pikir
baru yang merubah budaya hidup mereka. Manusia mulai memodifikasi alam dengan
cara bercocok tanam dan beternak, hal itu bertujuan untuk meningkatkan sumber
pangan yang ada untuk pemenuhan sekian jumlah penduduk yang terus melaju pesat
pertambahannya. Pertambahan penduduk pun menyebabkan pesatnya perkembangan
teknologi sehingga muncul era industrialisasi sebagai cara manusia mengatasi
keterbatasan sumber dan pengelolaan pangan.
4)
INTERAKSI MANUSIA DENGAN
LINGKUNGAN
Dalam setiap aktivitas hidupnya manusia tidak terlepas
dari alam/lingkungannya. Perlu disadari betul bahwa manusia memang tergantung
pada alam. Pemenuhan kebutuhan secara individu dimulai dari kebutuhan pangan,
tempat tinggal, serta pemanfaatan sumber daya yang disediakan oleh alam untuk
keperluan sekelompok manusia. Namun adakah manusia menyadari timbal balik apa
yang diberikan pada alam atau lingkungannya? Apakah alam hanya disediakan untuk
manusia? Apakah hanya manusia saja yang memerlukan alam? Lalu apakah selamanya
alam akan bermanfaat bagi kehidupan manusia?
Sekitar lima puluh tahun silam, hanya sedikit orang
yang pernah mendengar kata “ekologi”,
hanya sedikit pula orang yang mengerti apa itu “ekologi”? Barulah sekitar
dasawarsa kemudian ekologi dikenal dan popular di masyarakat. Kata ekologi atau
Oecologie dalam bahasa Jerman,
dirintis oleh seorang naturalis bernama Ernst
Heinrich Haeckel pada tahun 1866. ia menciptakan kata ekologi dengan
menggabungkan oikos, kata Yunani yang
berarti rumah atau rumah tangga, dengan logos,
kata Yunani yang berarti bidang ilmu apa saja. Secara harfiah, ekologi berarti
ilmu yang mempelajari rumah. Dapat disimpulkan bahwa ekologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan/interaksi makhluk hidup dengan lingkungan fisik atau rumah
tangga dan dengan spesies-spesies lain di sekeliling mereka.
Adapun ekologi manusia adalah ilmu yang mempelajari
interaksi antara setiap segi kehidupan manusia (fisiki, mental, social) dengan
lingkungan hidupnya (biofisis, psikososial) secara keseluruhan dan bersifat
sintetis. Perkembangan ilmu-ilmu tersebut dapat menjadikan titik awal kesadaran
manusia dalam erat kaitannya mempelajari alam lingkungannya yang bahwa segala
sesuatu yang “dikonsumsi” lambat laun akan “habis”. Mempelajari interaksi
manusia dengan lingkungan akan mengingatkan kembali bahwasanya Tuhan
menciptakan manusia sebagai kafilah di bumi untuk mengelola dan melestarikan
alam.
B. MASALAH-MASALAH LINGKUNGAN
1)
ADANYA PEMBUKAAN LAHAN/HUTAN
Di tahun 2011 ini kehidupan manusia sangat erat
kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin tersebar
diseluruh pelosok di dunia. Factor semakin bertambahnya jumlah penduduk
menyebabkan segala tuntutan hidup untuk pemenuhan kebutuhan manusia semakin
meningkat. Manusia tidak hanya membutuhkan tempat dimana ia tinggal dan
melangsungkan segala hidupnya. Melainkan cara berfikir manusia saat ini
bagaimana mereka dapat tinggal di lingkungan yang tidak hanya nyaman dan aman,
tetapi lingkungan yang maju, tersedianya berbagai fasilitas dan kemudahan dalam
menjalankan aktivitas hidupnya. Pembangunan suatu wilayah menjadi kota besar yang penuh
dengan gedung-gedung tinggi dan padatnya pemukiman membuat wilayah tersebut
seakan ‘mutlak’ dikuasai manusia. Pembangunan yang semakin tersebar diseluruh
wilayah menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan-lahan baru yang digunakan
sebagai tempat pemukiman atau lahan investasi perkebunan. Tentu saja
lahan-lahan baru yang didapat adalah hasil pembukaan area lingkungan yang masih
murni ‘milik’ alam, yaitu pembukaan hutan.
Adanya pembukaan hutan bearti area hutan semakin
berkurang, sedangkan kita tahu bahwa ada kehidupan lain selain kehidupan
manusia yang patut kita jaga, antara lain kehidupan flora (tumbuhan) dan fauna
(hewan) yang terdapat di dalam hutan. Pembukaan lahan menyebabkan
perubahan-perubahan besar terhadap lingkungan yakni sebuah proses yang terus
berjalan hingga saat ini. Dengan membuka lahan baru, maka tumbuhan dan hewan
telah kehilangan habitatnya, hilangnya habitat menyebabkan kelangkaan
spesies-spesies tertentu atau bahkan terjadinya kepunahan. Dalam empat abad
terakhir laju kepunahan suatu spesies telah meroket. Lebih dari 200 spesies
burung dan mamalia diketahui punah, termasuk burung auk raksasa yang tidak
dapat terbang, sekitar sepuluh macam hewan berkantung sejenis antelope Afrika
yang disebut bluebuck, dan sapi laut steller berukuran raksasa yang beratnya
lebih dari sepuluh ton menjadi korban kepunahan terbesar dalam sejarah. Daftar
spesies yang telah hilang mencakup kurang lebih sekitar 400 spesies tumbuhan,
20 reptil dan dua lusin spesies ikan. Pemicu sebuah kepunahan itu adalah
fenomena-fenomena biologis yang tidak pernah terjadi sebelumnya: ledakan
populasi suatu spesies dominan tunggal “manusia”.
Di Indonesia kepunahan telah terjadi contohnya pada
spesies harimau, yaitu harimau bali (Panthera
tigris balica) pada akhir tahun 1930-an dan harimau jawa (Panthera tigris sondaica) yang punah
pada tahun 1970-an. Yang masih bertahan hidup sampai sekarang adalah harimau
sumatera yang digolongkan sebagai hewan langka pada tahun 1973. Bahkan
baru-baru ini terjadi kerusakan lahan yang menyebabkan lahan tandus di daerah
kabupaten Sintang , Kalimantan Barat. Hal itu terjadi akibat adanya pemanfaatan
lahan untuk pertambangan yang sudah tidak dimanfaatkan lagi. Sampai saat ini
pembukaan hutan masih kerap kali terjadi setiap tahunnya di provinsi Kalimantan
Barat.
2)
POLUSI TANAH, AIR DAN UDARA
Sejarah mencatat, di penghujung tahun 1500-an, para
pemutih linen di Belanda membuang limbah beracun ke dalam selokan-selokan yang
disebut ‘stinkerd’. Sementara itu si tahun 1600-an, asap batu bara membuat
atmosfer London
sedemikian beracun sehingga membuat para penulis terkemuka meminta penggunaan
batu bara dilarang. Polusi adalah terganggunya sistem-sistem lingkungan akibat
pelepasan zat-zat kimia atau agen-agen lainnya.
Polusi dapat terjadi akibat adanya pencemaran yang
terjadi di air, tanah, dan udara. Polusi yang terdapat pada air disebabkan oleh
limbah-limbah yang terbawa air. Ada
dua jenis utama polutan air yaitu zat-zat kimia dari industri dan pertanian
serta limbah biologis. Selama ini ada telah banyak usaha-usaha yang dilakukan
untuk peningkatan pengelolaan limbah air, akan tetepi belum ada pengelolaan
yang pasti untuk menyingkirkan semua kontaminan kimia yang masuk ke dalam
aliran-aliran sungai. Zat-zat kimia itu mencakup pupuk dan pestisida dan produk
sampingan industri lain yang diantaranya relative tidak berbahaya, sedangkan
yang lainnya berpotensi mematikan. Angka-angka yang diperoleh dari US Environmental Protection Agency menunjukan
bahwa air tanah di lebih dari 40 negara bagian terkontaminasi oleh nitrat dari
pupuk, lebih dari 30 negara bagian juga bermasalah dengan pestisida, residu
bensin, dan logam berat. Sungguh merupakan kenyataan yang ironis yang tentunya
mengkhawatirkan bagi manusia dan alam tentunya.
Dampak mematikan polusi terparah terjadi di kota Minamata di Jepang
sekitar awal 1950-an. Setidaknya 50 orang meninggal, sementara banyak penderita
“syndrome Minamata” lainnya menjadi lumpuh seumur hidup. Hal itu terjadi
dikarenakan mengkonsumsi hewan laut dari Teluk Minamata dimana air di teluk itu
terkontaminasi oleh Raksa (Merkuri) dalam kadar yang tinggi yang berasal dari
limbah cair sebuah pabrik di kota
itu.
Polusi udara terjadi akibat adanya pencemaran udara
oleh asap yang berasal dari api unggun, asap rokok, asap kendaraan, serta asap
dari pembakaran yang menjadi zat pencemaran udara. Zat pencemar dapat
diklasifikasikan ke dalam sumber alamiah dan buatan. Zat pencemar dibentuk dari
bahan baku yang
digunakan, terbentuk karena proses pengelolaan (tenologi) yang dipakai,
sedangkan pencemaran udara terjadi karena adanya sumber-sumber zat pencemar
(emisi) dan terjadinya transportasi zat pencemar dari sumber-sumbernya kepada
masyarakat dengan melalui factor-faktor metereologis dan akhirnya masyarakat
mengalami akibat berupa terganggunya kehidupan dalam lingkungan mereka karena
terjadinya pencemaran. Untuk dapat lebih memudahkan dalam penentuan
pengendalian pencemaran, terdapat pembagian sumber pencemar yaitu sumber titik;
sumber yang diam, berupa cerobong asap, sumber mobil; sumber yang bergerak yang
berasal dari kendaraan bermotor, dan sumber area; sumber yang berasal dari
pembakaran terbuka yang terjadi di daerah pemukiman, pedesaan dan di tempat
lainnya. Pencemaran udara mudah tersebar ke beberapa daerah yang demikian
jauhnya dimana daerah tersebut searah dengan tuiupan angin yang terjadi saat
itu. Polusi udara pun dapat terjadi akibat adanya fenomena alam seperti gunung
meletus yang menyebabkan serbuk-serbuk larva terbawa oleh angin.
3)
BENCANA
Di Indonesia adanya kasus longsor sampah di TPA
Leuwigajah, banjir di daerah Trenggalek pada pertengahan Juni 2006, yang
kemudian heboh terjadinya bencana Lumpur panas PT.Lapindo Brantas di Kabupaten
Sidoarjo yang masih menjadi petaka hingga saat ini, banjir dan tanah longsor di
Kabupaten Sinjai dan Kalimantan pada awal Juli 2006, serta banjir di kota
metropolitan Jakarta yang menjadi bencana rutin tiap tahunnya.
Bencana yang terjadi akhir-akhir ini menjadi
topic-topic popular dalam kehidupan manusia. Namun alangkah tragisnya setiap
bencana yang terjadi justru lebih memusatkan perhatian hanya kepada
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap penanganan
kasus-kasus bencana alam. Dimulai dari jumlah aliran dana bantuan yang menjadi
sorotan masyarakat, kebutuhan sandang dan pangan serta obat-obatan yang selalu
terkesan keterlambatan pengiriman serta tenaga relawan yang disediakan dalam penanganan
bencana. Sementara penyebab terjadinya bencana hanya dijadikan sebagai renungan
sekilas yang mudah terlupakan. Walaupun banyak lembaga-lembaga dan pihak-pihak
tertentu yang serius dalam penanganan pencegahan dan penanggulangan bencana,
namun harus didukung oleh masyarakat sepenuhnya. Karena yang ‘menikmati’ alam
bukan hanya sebantas per kelompok manusia saja. Akan tetapi setiap manusia
sangat menggantungkan hidupnya pada alam. Dan perlu disadari betul bahwa
manusia memang merupakan pelaku tunggal penyebab terjadinya bencana. Manusia
perlu betul untuk menyadari bukan hanya melalui kesadaran fikiran akan tetapi
kesadaran harus diwujudkan dengan ‘sikap nyata’ untuk mengamankan diri dengan
cara terkonsentrasi pada pencegahan bukan dengan penanggulangan semata. Sikap
manusia itu sendirilah yang menciptakan kehidupan manusia selanjutnya. Maka
perlu ditelaah dengan benar, apakah paradigma kehidupan manusia saat ini sangat bersahabat dengan lingkungannya? Lantas
mengapa manusia cenderung ‘masih’ melakukan hal-hal yang semestinya menjadi
boomerang bagi dirinya sendiri dengan adanya sikap yang tidak memperdulikan
lingkungannya?
C. ETIKA LINGKUNGAN
1)
PENGERTIAN ETIKA LINGKUNGAN
Etika merupakan suatu cara
pandang dan kontruksi nilai yang mendasari sikap dan perilaku manusia dalam
memperlakukan alam dan lingkungannya. Sony Keraf (2002), Etika merupakan sebuah
refleksi krisis tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang dikenal umum
selama ini dengan kaitannya dengan lingkungan, cara pandang manusia dengan
manusia, hubungan antara manusia dengan alam, serta perilaku yang bersumber
dari cara pandang ini. Etika lingkungan diartikan sebagai refleksi kritis
tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang selama ini dikenal dalam
komunitas manusia untuk diterpakan secara lebih luas dalam komunitas biotis
atau komunitas ekologis.
Kesimpulannya, etika lingkungan
adalah refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan manusia dalam
menghadapi pilihan-pilihan moral yang terkait dengan isu lingkungan hidup,
termasuk pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang memberi dampak
pada lingkungan.
Arne Naess (Sonny Keraf, 2002)
menegaskan, krisis lingkungan dewasa ini hanya dapat diatasi dengan melkukan
perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara fundamental
dan radikal. Yang dibutuhkan manusia adalah sebuah pola/gaya hidup baru yuang
tidak hanya menyangkut orang per orang tetapi juga masyarakat secara
keseluruhan.
2)
TIGA TEORI ETIKA LINGKUNGAN
1.
Antroposentrisme
Teori antroposentrisme berpendapat bahwa manusia
adalah pusat dari alam semesta. Manusia memiliki hak, kepentingan dan nilai
atas alam. Sehingga manusia memiliki kebebasan penuh untuk memanfaatkan alam,
mengeksploitasinya untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Karena manusia adalah
penguasa tunggal atas alam.
Teori ini diperkuat dengan paradigma ilmu Cartesian
yang bersifat mekanistik reduksionis, dimana adanya pemisahan yang tegas antara
manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek ilmu pengetahuan yang menyebabkan
terjadinya pemisahan antara fakta dengan nilai. Adalah tidak relevan jika
menilai baik buruk ilmu pengatahuan dan teknologi beserta segala dampaknya dari
segi moral dan agama. Antroposentrisme melahirkan sikap dan perilaku
eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam.
2.
Biosentrisme
Teori biosentrisme memandang setiap bentuk kehidupan
dan makhluk hidup memiliki nilai dan berharga bagi kehidupan dan makhluk hidup
memiliki nilai dan berharga bagi dirinya sendiri sehingga pantas dan perlu
mendapat penghargaan dan kepedulian moral atas nilai dan harga dirinya itu,
terlepas apakah ia bernilai tidak bagi manusia. Harus ada perluasan lingkup
diberlakukannya etika dan moralitas untuk mencakup seluruh kehidupan di alam
semesta. Etika seharusnya tidak lagi dipahami secara terbatas dan sempit yang
berlaku pada komunitas manusia, tetapi etika berlaku bagi seluruh komunitas
biotic, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya.
3.
Ekosentrisme
Teori Ekosentrisme mengembangkan wilayah pandangan
etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Secara
ekologis, sistem alam semesta dibentuk dan disusun oleh sistem hidup (biotic)
dan benda-benda abiotik yang saling berinteraksi satu sama lin. Masing-masing
saling membutuhkan dan memiliki fungsi yang saling mengisi dan melengkapi.
Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup,
melainkan juga berlaku bagi seluruh entenitas ekologis.
Implementasinya yaitu gerakan Deep Ecology (DE) yang mengupayakan aksi-aksi konkret dari prinsip
moral etika ekosentrisme secara komprehenseif menyangkut seluruh kepentingan
elemen ekologis, tidak sekedar sesutau yang instrumental dan ekspansif seperti
pada antroposentrisme.
[Kaitannya dengan ekologi, adanya paham environmentalisme yang berkeyakinan bahwa lingkungan haruslah
dipertahankan dan dilindungi dari kerusakan akibat ulah manusia. Pandangan ini terdisi dari pandangan
pragmatic yaitu untuk mengeksploitasi berbagai sumber daya alam, sumber-sumber
itu terkadang harus dilestarikan, pandangan kedua yaitu preservasionisme dimana
melibatkan perubahan cara berfikir yang lebih fundamental, gagasan bahwa alam
memiliki nilai intrinsic dan harus dilindungi demi alam itu sendiri]
3)
DASAR-DASAR ETIKA DAN KESADARAN
LINGKUNGAN
Miller (1982 489)mengidentifikasikan
dasar-dasar/pendekatan etika lingkungan , yaitu:
1.
Dasar Pendekatan Ekologis,
pemahaman adanya keterkaitan yang luas atas kehidupan dimana tindakan manusia
pada masa lalu. Sekarang dan yang akan dating, akan memberi dmapak yang tak
dapat diperkirakan.
2.
Dasar Pendekatan Humanisme,
menekankan pada pentingnya tanggung jawab kita untuk hak dan kesejahteraan
manusia lain atas sumber daya alam.
3.
Dasar Pendekatan Teologis,
bersumber pada agama yang nilai-nilai luhur dan mila ajarannya menunjukan
bagaimana alam sebenarnya diciptakan dan bagaimana sebenarnya kedudukan dan
fungsi manusia serta interaksi yang selayaknyaterjalin antara alam dan manusia.
Miller pun mengidentifikasikan Empat tingkat kesadaran lingkungan :
1.
Polusi, sebagai penanda mulai
adanya krisis lingkungan akibat pola hidup dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
2.
Populasi yang melimpah
(overpopulation), peningkatnan jumlah populasi manusia berdampak meningkatnya
pola hidup dan jumlah konsumsi yang bverujung pada bertambahnya krisis
lingkungan.
3.
Krisis bumi, semakin
kompleksnya krisis lingkungan di masyarakat yang berubah menjadi krisis
lingkungan secara global.
4.
Keberlanjutan bumi, krisi
lingkungan tidak lagi merupakan masalah lingkungan fisik, tetapi merambat ke
masalah ekonomi, politik, social budaya dan keamanan dunia. Manusia lantas
mulai berfikir dan terbuka matanya atas suatu kebutuhan berkelanjutan generasi
(spesies) manusia yng memunculkan tuntutan bagaimana menciptakan proses
berkelanjutan bumi (Miller, 1982: 485-488).
D. PENDIDIKAN ETIKA LINGKUNGAN DAN HARAPAN
Pendidikan etika lingkungan merupakan suatu upaya
untuk merubah cara pandang, pemahaman dan perilaku manusia terhadap alam
sehingga mereka dapat berfikir, merasakan memilih dan mengambil keputusan serta
bertindak penuh pertimbangan dan tanggung jawab dalam memanfaatkan, mengelola
atau menyelesaikan masalah lingkungan hidupnya kelak. Pendidikan etika
lingkungan yang dilandasi semngat deep
ecology dapat memberdayakan seluruh potensi yang ada pada diri subjek
didik, baik potensi kognitif, afektif, psikomotor, intra dan interpersonal
bahkan spiritual. Penanaman sejak dini tentang kepedulian lingkungan yang
dimulai dari kehidupan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat untuk
menanamkan dan menumbuhkan kesadaran lingkungan dari mulai hal-hal yang
sederhana yang secara konkret dihadapi anak.
Pendidikan etika lingkungan yang kuat dan terpadu
diharapkan dapat membentuk generasi muda yang memiliki kepekaan, kepedulian dan
komitmen yang tinggi terhadap lingkungan dan pemecahan-pemecahan masalah
lingkungan. Hal ini berkontribusi pada upaya membangun dan mengembangkan
masyarakatdan tatanan sosial yang memiliki kepekaan ekologis dan mampu
menciptakan dan mewujudkan keberlanjutan bumi yang, sehat, sejahtera dan berdaya
guna sepanjang waktu.
Pelaksaanaan pendidikan etika lingkungan tentu harus
didukung penuh oleh suatu pemerintahan di suatu Negara. Tentang bagaimana
system yang ada tidak menjadi pemicu hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
pendidikan etika lingkungan. Kaitan dengan pengaruh di bidang ekonomi, social,
politik diharapkan tidak mempersulit proses penerapan ilmu peserta didik yang
merupakan output generasi yang peduli lingkungan. Dukungan perlu ditegaskan
oleh lembaga terkait dalam ‘penyembuhan’ alam sehingga tidak terjadinya egoisme
dari pihak-pihak tertentu yang hanya mengambil keuntungan dari alam.
E. TINDAKAN-TINDAKAN UTAMA YANG PERLU
DILAKUKAN
1)
MENYELAMATKAN SPESIES
Sejak tahun 1960-an, World Conservation Union (IUCN)
telah mengeluarkan serangkaian ‘daftar merah’ yang merincikan spesies-spesies
yang terancam punah atau berada pada tingkat kritis. Daftar itu yang lebih
sekarang mencakup hingga 40.000 spesies, membantu menentukan sasaran usaha
konservasi di area-area dimana berbagai spesies terancam punah. Beberapa usaha
konservasi paling sukses adalah penyelamatan angsa gunung dari Hawaii atau
néné, yang jumlah populasinya hanya 33 ekor, setelah diterbangkan di cagar alam
liar di Inggris raya populasinya meningkat hingga 2.500 ekor dalam waktu
setengan abad. Burung Condor California
yang tersisa 27 ekor pada 1980-an dan sekarang telah mencapai 70 ekor. Serta
burung alap-alap Mauritius
yang tersisa 4 ekor pada tahun 1973, sekarang mencapai lebih dari 300 ekor.
Namun tidak semudah itu semua spesies dapat dilaksanakan, seperti halnya usaha
penyelamatan panda raksasa yang bereproduksi dengan lambat.
Di Indonesia terdapat usaha konservasi terhadap gajah
Sumatra, Badak Jawa, dan orang utan Sumatra ,
Komodo, Penyu.
2)
MENYELAMATKAN TUMBUHAN
Jika kita cermati lebih dalam, tumbuhan yang terancam
punah jarang sekali menjadi berita atau bahkan sorotan dibandingkan dengan
kepunahan spesies hewan tertentu.
Dibandingkan dengan kenservasi hewan, konservasi tumbuhan merupakan hal
yang masih terhitung baru dilakukan. Tumbuhan langka seringkali diperbanyak
jumlahnya melalui stek atau bahkan pengumpulan biji yang dunakan sebagai tali
penyelamat dari kepunahan spesies tumbuhan tersebut. Terdapat Bank Biji
Milenium yang bermarkas di Royal Botanic Gardens, Kew, London yang menargetkan
pengumpulan bebijian dari 10% spesies tumbuhan di dunia pada tahun 2010, hal
ini sekedar dijadikan upaya sejenak dalam menghadapi perubahan lingkungan yang
begitu cepat.
Sejarah pengumpulan tumbuhan menunjukkan bahwa spesies
langka dapat pulih dengan pesat jika memperoleh bantuan dari manusia. Salah
satu contoh pohon terlangka di dunia yaitu sejenis pohon berdaun jarum yang
disebut dawn redwood yang ditemukan
di sebuah daerah terpencil di Cina tahun 1944 setelah jutaan tahun diperkirakan
punah. Bebijian dawn redwood dikirimkan
di kebun-kebun raya di seluruh dunia, dan pohon tersebut sekarang banyak
terdapat di taman-taman dan kebun-kebun di dunia.
3)
KEMBALI KE ALAM (BACK TO
NATURE)
Penghancuran terhadap lingkungan yang menyebabkan
hancurnya habitat yang ada merupakan factor paling utama sebagai penyebab
kepunahan. Cara yang terbaik yang dapat dilakukan adalah melindungi lingkungan
tempat tinggal mereka. Sekitar 6% permukaan di dunia saat ini telah dijadikan
sebagai kawasan yang dilindungi, demikian halnya dengan satu benua penuh yaitu
Antartika yang menjadi satu-satunya daratan di bumi yang telah berhasil
dilindungi dari introduksi spesies asing terutama kerena sedikit makhluk hidup
asing yang dapat bertahan di sana. Di bawah perjanjian-perjanjian internasional
yang melindungi benua itu, mengintroduksi bakteri sekalipun dilarang. Banyak
ekolog yang berpendapat bahwasanya total area bumi yang dibutuhkan untuk
dijadikan kawasan yang dilindungi adalah sekitar 10%, tapi 6% sudah merupakan
awal yang baik.
Selain pelaksanaan terhadap perlindungan lingkungan
alamiah, manusia pun perlu melakukan perubahan pola hidup yang selaras dengan
keseimbangan alam. Pengurangan konsumsi pada pemakaian bahan-bahan kimia serta
penghematan air, pemanfaatan lingkungan dan meminimalisir penggunaan fasilitas
yang dapat menyebabkan polusi seperti halnya menggunakan sepeda untuk
pengurangan polusi udara. Kegiatan ini tidak merupakan promosi lingkungan hidup
saja, tetapi merupakan sasaran kehidupan manusia untuk kebaikan hidupnya di
masa depan. Tentunya hal ini akan sangat lebih mudah dilakukan dengan adanya
penegasan pemerintah yang memberikan kompromi untuk turut aktif dalam penegasan
mencanangkan “hari bebas polusi” sehingga mempermudah terjadinya perubahan gaya hidup masyarakatnya.
4)
MENETAPKAN HUKUM
Sejak tahun 1970-an sejumlah konvensi internasional
telah ditetapkan untuk mengatasi masalah polusi udara dan perubahan iklim serta
masalah-masalah lingkungan lainnya. Walaupun perjanjian tersebut tidak sempurna
namun beberapa diantaranya telah terbukti berguna. Protocol Montreal mengenai Substansi Perusak
Lapisan Ozon ditandatangani tahun 1987 dan diperkokoh tahun 1990 dan 1992, yang
merupakan salah satu perjanjian internasional yang paling sukses di bidang
lingkungan yaitu mengehentikan poroduksi zat-zat kimia perusak ozon paling
lambat tahun 2006. Selain itu adanya konvensi Perdagangan Flaura dan Fauna
Terancam Punah (CITES) yang diberlakukan pada 1975. Perdagangan gading
merupakan contoh mengenai kesulitan-kesulitan dalam pembuatan aturan untuk
menyelamatkan lingkungan. Tahun 1989 setelah terjadi penurunan besar-besaran
pada populasi gajah Afrika, anggota-anggota CITES sepakat melarang perdagangan
gading sama sekali. Namun sekitar pertengahan 1990-an, Namibia , Bostwana, dan Zimbabwe berargumen kalau
satu-satunya cara menyelamatkan gajah Afrika adalah mengijinkan penjualan
sebagian kecil gading untuk mendapatkan biaya bagi gajah-gajah tersebut. Para ahli konservasi sampai saat ini masih terbagi ke
dalam dua kelompok yang berbeda secara tajam mengenai maslah tersebut, akan
tetapi CITES sepakat mengijinkan ketiga Negara itu melakukan perdagangan gading
sejak 1999.
Demikian halnya di Indonesia , adanya aturan dan
larangan yang telah dibuat pemerintah sebagai upaya dan dukungan terhadap
perlindungan alam liar yang kondisinya sangat mengkhawatirkan. Namun tidak
sedikit pula kurangnya penegasan dalam implementasi pelaksanaan tersebut,
seperti kurangnya biaya yang menjadi factor yang sangat berpengaruh dalam
pelestarian lingkungan yang ada.
F. BUMI DI MASA DEPAN
Pada abad-19 begitu sulit untuk meramalkan kehidupan
lingkungan manusia yang nyatanya pertumbuhannya begitu fenomenal selama 100
tahun terakhir. Di awal bada-21 para ekolog dan environmentalis juga mengalami
kesulitan memperkirakan seberapa jauh dan seberapa cepat kecenderungan itu
dapat dibalik. Hal sangat kuat kaitannya bahwa populasi manusia akan menjadi
komponen penting dalam penentu kehidupan manusia mendatang. Akan tetapi ukuran populasi
manusia tidaklah cukup dijadikan acuan yang pasti bagaimana suatu pola
perubahan kehidupan dimasa mendatang, akan tapi paradigma kebudayaan manusia
itu sendiri yang dilakukan jutaan umat manusia di bumi tentang bagaimana cara
hidup mereka di bumi sebagai benih yang akan menjadi hasil yang dirasakan anak
cucu mereka di kehidap yang akan datang. Sejak dimulainya cara memodifikasi
alam dengan era industrialisasi, gaya /
pola hidup manusia menjadi sangat beragam sehingga sebagian orang sekarang
memberi dampak lingkungan yang lebih besar pengaruhnya dari sebagian orang
lain. Para ekolog merumuskan “Persamaan
Dampak” yang dituliskan sebagai berikut:
D = P X T |
dimana D = angka dampak total pengaruh manusia terhadap lingkungan,
P
= populasi,
T
= teknologi.
Setiap
negara akan memeperoleh hasil yang berbeda-beda. Dalam skala global,
angka-angka populasi cukup rendah bagi negara-negara yang paling tinggi
industrialisasinya, namun factor teknologinya membengkak, akibatnya dampak
lingkungan total Negara itu amatlah tinggi. Sedangkan yang terjadi pada
negara-negara berkembang justru angka teknologi lebih rendah jumlahnya, namun
yang membengkak adalah jumlah populasinya. Hal itu menyebabkan dampak
lingkungan yang sama saja tingginya.
Dampak lingkungan yang terjadi
menyebabkan degradasi kualitas lingkungan yang sangat merugikan bagi kehidupan
manusia sendiri. Adanya peristiwa bencana-bencana yang terjadi sampai
merebaknya wabah penyakit dimana peristiwa-peristiwa tersebut telah menelan
korban jiwa yang mencapai ratusan bahkan ribuan jiwa. Jikalau hal ini terus
terjadi tanpa adanya tindakan tegas manusia itu sendiri dalam memperoleh
tingkat keharmonisan hidupnya bersama alam maka apa yang akan terjadi pada bumi
di masa depan? Akankah populasi manusia di masa depan harus menjadi korban
terparah atas warisan kerusakan bumi dari nenek moyang mereka saat ini? Apakah
manusia sendiri yang akan menjadi ‘pembunuh’ manusia
berikutnya?bahkan bukan hanya sesamanya manusia pun haruskan menjadi symbol
‘penghancur’ kehidupan lain (hewan dan tumbuhan) yang ada di bumi?
Oleh karena itu keberlanjutan bumi di
masa mendatang merupakan tanggung jawab “seluruh” umat manusia di bumi. Apapun
yang akan terjadi di masa mendatang, kehidupan manusia 100 tahun terakhir ini
hendaknya dijadikan tolak ukur tentang bagaimana cara manusia menghadapi hidup
dengan seluruh makhluk hidup yang memilki hak pula atas alam ini. Banyak hikmah
dan pelajaran yang dapat diraih atas berbagai fenomena yang terjadi akhir-akhir
ini; walaupaun sebagai satu spesies kita memiliki kualitas yang sangat luar
biasa, kita tidak dapat meloloskan diri dari jarring-jaring kompleks hubungan
ekologi yang mempengaruhi semua kehidupan di bumi.
Terdapat kalimat menyeramkan yang
pernah dicetuskan oleh Michael Gorbachev mantan presiden Uni Soviet yaitu ”ekologi telah berhasil mencekik leher
kita”. Sekiranya hal itu kita jadikan teguran keras terhadap diri kita
sendiri tentang bagaimana cara kita menyingkapi alam. Tidak hanya kita turut
menyingkapi secara fisik tentang bagaimana kita melakukan upaya penyesuaian kembali
sumber daya alam atau mempertahankan jumlah dan kualitas sumber daya itu,
melainkan bagaimana caranya bagi kita untuk memanfaatkan alam dan mengelolanya
dengan menimbulkan efek buruk seminim mungkin atau cara lain pengelolaan alam
dengan mencari inisiatif agar tidak menimbulkan efek merugikan. Konservasi dan perservasi yang tetap dirasa
perlu kembali dipromosikan agar terjaganya alam dari pengaruh buruk manusia. Harus
disadari betul bahwasanya masalah-masalah yang merasuki manusia pada kehidupan
era Global saat ini “jangan sampai membutakan kita dari alam”. Ketika alam itu
‘mengeluh’ maka tak kuasa manusia memperkirakan kerugian yang akan
ditimbulkannya.
Sumber Referensi :
Sudjoko, dkk. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta : Universitas Terbuka.
Burnie,
David. 2005. Ekologi. Jakarta
: Erlangga.
Fitriana,
Rina. 2008. Mengenal Hutan. Bandung
: Putra Setia.
Slamet,
Joeli Soemirat. 2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
www.wikipedia.com
Mengenai pendidikan etika lingkungan masih jarang dibahas secara mendalam, padahal ini sangat penting bagaimana manusia harus berinteraksi dengan lingkungannya.
BalasHapus