Sabtu, 24 November 2012

ETIKA LINGKUNGAN


A.   LINGKUNGAN
1)            PENGERTIAN LINGKUNGAN
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.(wikipedia)

2)            KLASIFIKASI LINGKUNGAN
Bagi kehidupan manusia, lingkungan adalah segala sesuatu yang ada sekitarnya, baik berupa benda hidup , benda mati, benda nyata ataupun abstrak termasuk manusia lainnya serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksinya antara elemen-elemen di alam tersebut. Berikut merupakan pengklasifikasian lingkungan berdasarkan kebutuhannya agar mempermudah pemahamannya:
1.      Lingkungan yang hidup (biotik) dan Lingkungan tak hidup (abiotik)
2.      Lingkungan alamiah dan Lingkungan buatan manusia
3.      Lingkungan prenatal dan Lingkungan postnatal
4.      Lingkungan biofisis dan Lingkungan psikososial
5.      Lingkungan air (hidrosfer), Lingkungan udara (atmosfir), Lingkungan tanah (litosfir), Lingkungan biologis (biosfir), dan Lingkungan social (sosiofir)
6.      Kobinasi dari klasifikasi-klasifikasi tersebut.

3)            MODIFIKASI LINGKUNGAN
Manusia banyak menggantungkan hidupnya dengan lingkungan atau alam sekitarnya. Selain sebagai tempat tinggal hal yang paling utama adalah alam menyediakan bahan makanan bagi manusia. Manusia primitive sangat bergantung pada jumlah makanan yang disediakan oleh alam. Karena itulah alasan mengapa mereka hidup berpindah-pindah (nomaden), karena jumlah makanan yang tersedia di tempat semula mereka tinggal semakin berkurang persediaannya. Sedangkan manusia mengalami pertambahan jumlahnya, maka mereka pun mencari lahan persediaan makanan yang baru. Siklus hidup tersebut lambat laun berubah seiring berkembangnya tingkat kecerdasan manusia yang melahirkan pola pikir baru yang merubah budaya hidup mereka. Manusia mulai memodifikasi alam dengan cara bercocok tanam dan beternak, hal itu bertujuan untuk meningkatkan sumber pangan yang ada untuk pemenuhan sekian jumlah penduduk yang terus melaju pesat pertambahannya. Pertambahan penduduk pun menyebabkan pesatnya perkembangan teknologi sehingga muncul era industrialisasi sebagai cara manusia mengatasi keterbatasan sumber dan pengelolaan pangan.



4)            INTERAKSI MANUSIA DENGAN LINGKUNGAN
Dalam setiap aktivitas hidupnya manusia tidak terlepas dari alam/lingkungannya. Perlu disadari betul bahwa manusia memang tergantung pada alam. Pemenuhan kebutuhan secara individu dimulai dari kebutuhan pangan, tempat tinggal, serta pemanfaatan sumber daya yang disediakan oleh alam untuk keperluan sekelompok manusia. Namun adakah manusia menyadari timbal balik apa yang diberikan pada alam atau lingkungannya? Apakah alam hanya disediakan untuk manusia? Apakah hanya manusia saja yang memerlukan alam? Lalu apakah selamanya alam akan bermanfaat bagi kehidupan manusia?
Sekitar lima puluh tahun silam, hanya sedikit orang yang pernah mendengar kata “ekologi”, hanya sedikit pula orang yang mengerti apa itu “ekologi”? Barulah sekitar dasawarsa kemudian ekologi dikenal dan popular di masyarakat. Kata ekologi atau Oecologie dalam bahasa Jerman, dirintis oleh seorang naturalis bernama Ernst Heinrich Haeckel pada tahun 1866. ia menciptakan kata ekologi dengan menggabungkan oikos, kata Yunani yang berarti rumah atau rumah tangga, dengan logos, kata Yunani yang berarti bidang ilmu apa saja. Secara harfiah, ekologi berarti ilmu yang mempelajari rumah. Dapat disimpulkan bahwa ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan/interaksi makhluk hidup dengan lingkungan fisik atau rumah tangga dan dengan spesies-spesies lain di sekeliling mereka.
Adapun ekologi manusia adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara setiap segi kehidupan manusia (fisiki, mental, social) dengan lingkungan hidupnya (biofisis, psikososial) secara keseluruhan dan bersifat sintetis. Perkembangan ilmu-ilmu tersebut dapat menjadikan titik awal kesadaran manusia dalam erat kaitannya mempelajari alam lingkungannya yang bahwa segala sesuatu yang “dikonsumsi” lambat laun akan “habis”. Mempelajari interaksi manusia dengan lingkungan akan mengingatkan kembali bahwasanya Tuhan menciptakan manusia sebagai kafilah di bumi untuk mengelola dan melestarikan alam.

B.   MASALAH-MASALAH LINGKUNGAN
1)            ADANYA PEMBUKAAN LAHAN/HUTAN
Di tahun 2011 ini kehidupan manusia sangat erat kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin tersebar diseluruh pelosok di dunia. Factor semakin bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan segala tuntutan hidup untuk pemenuhan kebutuhan manusia semakin meningkat. Manusia tidak hanya membutuhkan tempat dimana ia tinggal dan melangsungkan segala hidupnya. Melainkan cara berfikir manusia saat ini bagaimana mereka dapat tinggal di lingkungan yang tidak hanya nyaman dan aman, tetapi lingkungan yang maju, tersedianya berbagai fasilitas dan kemudahan dalam menjalankan aktivitas hidupnya. Pembangunan suatu wilayah menjadi kota besar yang penuh dengan gedung-gedung tinggi dan padatnya pemukiman membuat wilayah tersebut seakan ‘mutlak’ dikuasai manusia. Pembangunan yang semakin tersebar diseluruh wilayah menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan-lahan baru yang digunakan sebagai tempat pemukiman atau lahan investasi perkebunan. Tentu saja lahan-lahan baru yang didapat adalah hasil pembukaan area lingkungan yang masih murni ‘milik’ alam, yaitu pembukaan hutan.
Adanya pembukaan hutan bearti area hutan semakin berkurang, sedangkan kita tahu bahwa ada kehidupan lain selain kehidupan manusia yang patut kita jaga, antara lain kehidupan flora (tumbuhan) dan fauna (hewan) yang terdapat di dalam hutan. Pembukaan lahan menyebabkan perubahan-perubahan besar terhadap lingkungan yakni sebuah proses yang terus berjalan hingga saat ini. Dengan membuka lahan baru, maka tumbuhan dan hewan telah kehilangan habitatnya, hilangnya habitat menyebabkan kelangkaan spesies-spesies tertentu atau bahkan terjadinya kepunahan. Dalam empat abad terakhir laju kepunahan suatu spesies telah meroket. Lebih dari 200 spesies burung dan mamalia diketahui punah, termasuk burung auk raksasa yang tidak dapat terbang, sekitar sepuluh macam hewan berkantung sejenis antelope Afrika yang disebut bluebuck, dan sapi laut  steller berukuran raksasa yang beratnya lebih dari sepuluh ton menjadi korban kepunahan terbesar dalam sejarah. Daftar spesies yang telah hilang mencakup kurang lebih sekitar 400 spesies tumbuhan, 20 reptil dan dua lusin spesies ikan. Pemicu sebuah kepunahan itu adalah fenomena-fenomena biologis yang tidak pernah terjadi sebelumnya: ledakan populasi suatu spesies dominan tunggal “manusia”.
Di Indonesia kepunahan telah terjadi contohnya pada spesies harimau, yaitu harimau bali (Panthera tigris balica) pada akhir tahun 1930-an dan harimau jawa (Panthera tigris sondaica) yang punah pada tahun 1970-an. Yang masih bertahan hidup sampai sekarang adalah harimau sumatera yang digolongkan sebagai hewan langka pada tahun 1973. Bahkan baru-baru ini terjadi kerusakan lahan yang menyebabkan lahan tandus di daerah kabupaten Sintang , Kalimantan Barat. Hal itu terjadi akibat adanya pemanfaatan lahan untuk pertambangan yang sudah tidak dimanfaatkan lagi. Sampai saat ini pembukaan hutan masih kerap kali terjadi setiap tahunnya di provinsi Kalimantan Barat.

2)            POLUSI TANAH, AIR DAN UDARA
Sejarah mencatat, di penghujung tahun 1500-an, para pemutih linen di Belanda membuang limbah beracun ke dalam selokan-selokan yang disebut ‘stinkerd’. Sementara itu si tahun 1600-an, asap batu bara membuat atmosfer London sedemikian beracun sehingga membuat para penulis terkemuka meminta penggunaan batu bara dilarang. Polusi adalah terganggunya sistem-sistem lingkungan akibat pelepasan zat-zat kimia atau agen-agen lainnya.
Polusi dapat terjadi akibat adanya pencemaran yang terjadi di air, tanah, dan udara. Polusi yang terdapat pada air disebabkan oleh limbah-limbah yang terbawa air. Ada dua jenis utama polutan air yaitu zat-zat kimia dari industri dan pertanian serta limbah biologis. Selama ini ada telah banyak usaha-usaha yang dilakukan untuk peningkatan pengelolaan limbah air, akan tetepi belum ada pengelolaan yang pasti untuk menyingkirkan semua kontaminan kimia yang masuk ke dalam aliran-aliran sungai. Zat-zat kimia itu mencakup pupuk dan pestisida dan produk sampingan industri lain yang diantaranya relative tidak berbahaya, sedangkan yang lainnya berpotensi mematikan. Angka-angka yang diperoleh dari US Environmental Protection Agency menunjukan bahwa air tanah di lebih dari 40 negara bagian terkontaminasi oleh nitrat dari pupuk, lebih dari 30 negara bagian juga bermasalah dengan pestisida, residu bensin, dan logam berat. Sungguh merupakan kenyataan yang ironis yang tentunya mengkhawatirkan bagi manusia dan alam tentunya.
Dampak mematikan polusi terparah terjadi di kota Minamata di Jepang sekitar awal 1950-an. Setidaknya 50 orang meninggal, sementara banyak penderita “syndrome Minamata” lainnya menjadi lumpuh seumur hidup. Hal itu terjadi dikarenakan mengkonsumsi hewan laut dari Teluk Minamata dimana air di teluk itu terkontaminasi oleh Raksa (Merkuri) dalam kadar yang tinggi yang berasal dari limbah cair sebuah pabrik di kota itu.
Polusi udara terjadi akibat adanya pencemaran udara oleh asap yang berasal dari api unggun, asap rokok, asap kendaraan, serta asap dari pembakaran yang menjadi zat pencemaran udara. Zat pencemar dapat diklasifikasikan ke dalam sumber alamiah dan buatan. Zat pencemar dibentuk dari bahan baku yang digunakan, terbentuk karena proses pengelolaan (tenologi) yang dipakai, sedangkan pencemaran udara terjadi karena adanya sumber-sumber zat pencemar (emisi) dan terjadinya transportasi zat pencemar dari sumber-sumbernya kepada masyarakat dengan melalui factor-faktor metereologis dan akhirnya masyarakat mengalami akibat berupa terganggunya kehidupan dalam lingkungan mereka karena terjadinya pencemaran. Untuk dapat lebih memudahkan dalam penentuan pengendalian pencemaran, terdapat pembagian sumber pencemar yaitu sumber titik; sumber yang diam, berupa cerobong asap, sumber mobil; sumber yang bergerak yang berasal dari kendaraan bermotor, dan sumber area; sumber yang berasal dari pembakaran terbuka yang terjadi di daerah pemukiman, pedesaan dan di tempat lainnya. Pencemaran udara mudah tersebar ke beberapa daerah yang demikian jauhnya dimana daerah tersebut searah dengan tuiupan angin yang terjadi saat itu. Polusi udara pun dapat terjadi akibat adanya fenomena alam seperti gunung meletus yang menyebabkan serbuk-serbuk larva terbawa oleh angin.

3)            BENCANA
Di Indonesia adanya kasus longsor sampah di TPA Leuwigajah, banjir di daerah Trenggalek pada pertengahan Juni 2006, yang kemudian heboh terjadinya bencana Lumpur panas PT.Lapindo Brantas di Kabupaten Sidoarjo yang masih menjadi petaka hingga saat ini, banjir dan tanah longsor di Kabupaten Sinjai dan Kalimantan pada awal Juli 2006, serta banjir di kota metropolitan Jakarta yang menjadi bencana rutin tiap tahunnya.
Bencana yang terjadi akhir-akhir ini menjadi topic-topic popular dalam kehidupan manusia. Namun alangkah tragisnya setiap bencana yang terjadi justru lebih memusatkan perhatian hanya kepada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap penanganan kasus-kasus bencana alam. Dimulai dari jumlah aliran dana bantuan yang menjadi sorotan masyarakat, kebutuhan sandang dan pangan serta obat-obatan yang selalu terkesan keterlambatan pengiriman serta tenaga relawan yang disediakan dalam penanganan bencana. Sementara penyebab terjadinya bencana hanya dijadikan sebagai renungan sekilas yang mudah terlupakan. Walaupun banyak lembaga-lembaga dan pihak-pihak tertentu yang serius dalam penanganan pencegahan dan penanggulangan bencana, namun harus didukung oleh masyarakat sepenuhnya. Karena yang ‘menikmati’ alam bukan hanya sebantas per kelompok manusia saja. Akan tetapi setiap manusia sangat menggantungkan hidupnya pada alam. Dan perlu disadari betul bahwa manusia memang merupakan pelaku tunggal penyebab terjadinya bencana. Manusia perlu betul untuk menyadari bukan hanya melalui kesadaran fikiran akan tetapi kesadaran harus diwujudkan dengan ‘sikap nyata’ untuk mengamankan diri dengan cara terkonsentrasi pada pencegahan bukan dengan penanggulangan semata. Sikap manusia itu sendirilah yang menciptakan kehidupan manusia selanjutnya. Maka perlu ditelaah dengan benar, apakah paradigma kehidupan manusia saat ini  sangat bersahabat dengan lingkungannya? Lantas mengapa manusia cenderung ‘masih’ melakukan hal-hal yang semestinya menjadi boomerang bagi dirinya sendiri dengan adanya sikap yang tidak memperdulikan lingkungannya?

C.   ETIKA LINGKUNGAN
1)            PENGERTIAN ETIKA LINGKUNGAN
Etika merupakan suatu cara pandang dan kontruksi nilai yang mendasari sikap dan perilaku manusia dalam memperlakukan alam dan lingkungannya. Sony Keraf (2002), Etika merupakan sebuah refleksi krisis tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang dikenal umum selama ini dengan kaitannya dengan lingkungan, cara pandang manusia dengan manusia, hubungan antara manusia dengan alam, serta perilaku yang bersumber dari cara pandang ini. Etika lingkungan diartikan sebagai refleksi kritis tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang selama ini dikenal dalam komunitas manusia untuk diterpakan secara lebih luas dalam komunitas biotis atau komunitas ekologis.
Kesimpulannya, etika lingkungan adalah refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan-pilihan moral yang terkait dengan isu lingkungan hidup, termasuk pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang memberi dampak pada lingkungan.
Arne Naess (Sonny Keraf, 2002) menegaskan, krisis lingkungan dewasa ini hanya dapat diatasi dengan melkukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara fundamental dan radikal. Yang dibutuhkan manusia adalah sebuah pola/gaya hidup baru yuang tidak hanya menyangkut orang per orang tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.

2)            TIGA TEORI ETIKA LINGKUNGAN
1.            Antroposentrisme
Teori antroposentrisme berpendapat bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta. Manusia memiliki hak, kepentingan dan nilai atas alam. Sehingga manusia memiliki kebebasan penuh untuk memanfaatkan alam, mengeksploitasinya untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Karena manusia adalah penguasa tunggal atas alam.
Teori ini diperkuat dengan paradigma ilmu Cartesian yang bersifat mekanistik reduksionis, dimana adanya pemisahan yang tegas antara manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek ilmu pengetahuan yang menyebabkan terjadinya pemisahan antara fakta dengan nilai. Adalah tidak relevan jika menilai baik buruk ilmu pengatahuan dan teknologi beserta segala dampaknya dari segi moral dan agama. Antroposentrisme melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam.

2.            Biosentrisme
Teori biosentrisme memandang setiap bentuk kehidupan dan makhluk hidup memiliki nilai dan berharga bagi kehidupan dan makhluk hidup memiliki nilai dan berharga bagi dirinya sendiri sehingga pantas dan perlu mendapat penghargaan dan kepedulian moral atas nilai dan harga dirinya itu, terlepas apakah ia bernilai tidak bagi manusia. Harus ada perluasan lingkup diberlakukannya etika dan moralitas untuk mencakup seluruh kehidupan di alam semesta. Etika seharusnya tidak lagi dipahami secara terbatas dan sempit yang berlaku pada komunitas manusia, tetapi etika berlaku bagi seluruh komunitas biotic, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya.

3.            Ekosentrisme
Teori Ekosentrisme mengembangkan wilayah pandangan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Secara ekologis, sistem alam semesta dibentuk dan disusun oleh sistem hidup (biotic) dan benda-benda abiotik yang saling berinteraksi satu sama lin. Masing-masing saling membutuhkan dan memiliki fungsi yang saling mengisi dan melengkapi. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup, melainkan juga berlaku bagi seluruh entenitas ekologis.
Implementasinya yaitu gerakan Deep Ecology (DE) yang mengupayakan aksi-aksi konkret dari prinsip moral etika ekosentrisme secara komprehenseif menyangkut seluruh kepentingan elemen ekologis, tidak sekedar sesutau yang instrumental dan ekspansif seperti pada antroposentrisme.
  
[Kaitannya dengan ekologi, adanya paham environmentalisme yang berkeyakinan bahwa lingkungan haruslah dipertahankan dan dilindungi dari kerusakan akibat ulah manusia.  Pandangan ini terdisi dari pandangan pragmatic yaitu untuk mengeksploitasi berbagai sumber daya alam, sumber-sumber itu terkadang harus dilestarikan, pandangan kedua yaitu preservasionisme dimana melibatkan perubahan cara berfikir yang lebih fundamental, gagasan bahwa alam memiliki nilai intrinsic dan harus dilindungi demi alam itu sendiri]

3)            DASAR-DASAR ETIKA DAN KESADARAN LINGKUNGAN
Miller (1982 489)mengidentifikasikan dasar-dasar/pendekatan etika lingkungan , yaitu:
1.            Dasar Pendekatan Ekologis, pemahaman adanya keterkaitan yang luas atas kehidupan dimana tindakan manusia pada masa lalu. Sekarang dan yang akan dating, akan memberi dmapak yang tak dapat diperkirakan.
2.            Dasar Pendekatan Humanisme, menekankan pada pentingnya tanggung jawab kita untuk hak dan kesejahteraan manusia lain atas sumber daya alam.
3.            Dasar Pendekatan Teologis, bersumber pada agama yang nilai-nilai luhur dan mila ajarannya menunjukan bagaimana alam sebenarnya diciptakan dan bagaimana sebenarnya kedudukan dan fungsi manusia serta interaksi yang selayaknyaterjalin antara alam dan manusia.
Miller pun mengidentifikasikan Empat tingkat kesadaran lingkungan :
1.            Polusi, sebagai penanda mulai adanya krisis lingkungan akibat pola hidup dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.            Populasi yang melimpah (overpopulation), peningkatnan jumlah populasi manusia berdampak meningkatnya pola hidup dan jumlah konsumsi yang bverujung pada bertambahnya krisis lingkungan.
3.            Krisis bumi, semakin kompleksnya krisis lingkungan di masyarakat yang berubah menjadi krisis lingkungan secara global.
4.            Keberlanjutan bumi, krisi lingkungan tidak lagi merupakan masalah lingkungan fisik, tetapi merambat ke masalah ekonomi, politik, social budaya dan keamanan dunia. Manusia lantas mulai berfikir dan terbuka matanya atas suatu kebutuhan berkelanjutan generasi (spesies) manusia yng memunculkan tuntutan bagaimana menciptakan proses berkelanjutan bumi (Miller, 1982: 485-488).

D.   PENDIDIKAN ETIKA LINGKUNGAN DAN HARAPAN
Pendidikan etika lingkungan merupakan suatu upaya untuk merubah cara pandang, pemahaman dan perilaku manusia terhadap alam sehingga mereka dapat berfikir, merasakan memilih dan mengambil keputusan serta bertindak penuh pertimbangan dan tanggung jawab dalam memanfaatkan, mengelola atau menyelesaikan masalah lingkungan hidupnya kelak. Pendidikan etika lingkungan yang dilandasi semngat deep ecology dapat memberdayakan seluruh potensi yang ada pada diri subjek didik, baik potensi kognitif, afektif, psikomotor, intra dan interpersonal bahkan spiritual. Penanaman sejak dini tentang kepedulian lingkungan yang dimulai dari kehidupan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat untuk menanamkan dan menumbuhkan kesadaran lingkungan dari mulai hal-hal yang sederhana yang secara konkret dihadapi anak.
Pendidikan etika lingkungan yang kuat dan terpadu diharapkan dapat membentuk generasi muda yang memiliki kepekaan, kepedulian dan komitmen yang tinggi terhadap lingkungan dan pemecahan-pemecahan masalah lingkungan. Hal ini berkontribusi pada upaya membangun dan mengembangkan masyarakatdan tatanan sosial yang memiliki kepekaan ekologis dan mampu menciptakan dan mewujudkan keberlanjutan bumi yang, sehat, sejahtera dan berdaya guna sepanjang waktu.
Pelaksaanaan pendidikan etika lingkungan tentu harus didukung penuh oleh suatu pemerintahan di suatu Negara. Tentang bagaimana system yang ada tidak menjadi pemicu hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendidikan etika lingkungan. Kaitan dengan pengaruh di bidang ekonomi, social, politik diharapkan tidak mempersulit proses penerapan ilmu peserta didik yang merupakan output generasi yang peduli lingkungan. Dukungan perlu ditegaskan oleh lembaga terkait dalam ‘penyembuhan’ alam sehingga tidak terjadinya egoisme dari pihak-pihak tertentu yang hanya mengambil keuntungan dari alam.

E.    TINDAKAN-TINDAKAN UTAMA YANG PERLU DILAKUKAN
1)            MENYELAMATKAN SPESIES
Sejak tahun 1960-an, World Conservation Union (IUCN) telah mengeluarkan serangkaian ‘daftar merah’ yang merincikan spesies-spesies yang terancam punah atau berada pada tingkat kritis. Daftar itu yang lebih sekarang mencakup hingga 40.000 spesies, membantu menentukan sasaran usaha konservasi di area-area dimana berbagai spesies terancam punah. Beberapa usaha konservasi paling sukses adalah penyelamatan angsa gunung dari Hawaii atau néné, yang jumlah populasinya hanya 33 ekor, setelah diterbangkan di cagar alam liar di Inggris raya populasinya meningkat hingga 2.500 ekor dalam waktu setengan abad. Burung Condor California yang tersisa 27 ekor pada 1980-an dan sekarang telah mencapai 70 ekor. Serta burung alap-alap Mauritius yang tersisa 4 ekor pada tahun 1973, sekarang mencapai lebih dari 300 ekor. Namun tidak semudah itu semua spesies dapat dilaksanakan, seperti halnya usaha penyelamatan panda raksasa yang bereproduksi dengan lambat.
Di Indonesia terdapat usaha konservasi terhadap gajah Sumatra, Badak Jawa, dan orang utan Sumatra, Komodo, Penyu.

2)            MENYELAMATKAN TUMBUHAN
Jika kita cermati lebih dalam, tumbuhan yang terancam punah jarang sekali menjadi berita atau bahkan sorotan dibandingkan dengan kepunahan spesies hewan tertentu.  Dibandingkan dengan kenservasi hewan, konservasi tumbuhan merupakan hal yang masih terhitung baru dilakukan. Tumbuhan langka seringkali diperbanyak jumlahnya melalui stek atau bahkan pengumpulan biji yang dunakan sebagai tali penyelamat dari kepunahan spesies tumbuhan tersebut. Terdapat Bank Biji Milenium yang bermarkas di Royal Botanic Gardens, Kew, London yang menargetkan pengumpulan bebijian dari 10% spesies tumbuhan di dunia pada tahun 2010, hal ini sekedar dijadikan upaya sejenak dalam menghadapi perubahan lingkungan yang begitu cepat.
Sejarah pengumpulan tumbuhan menunjukkan bahwa spesies langka dapat pulih dengan pesat jika memperoleh bantuan dari manusia. Salah satu contoh pohon terlangka di dunia yaitu sejenis pohon berdaun jarum yang disebut dawn redwood yang ditemukan di sebuah daerah terpencil di Cina tahun 1944 setelah jutaan tahun diperkirakan punah. Bebijian dawn redwood dikirimkan di kebun-kebun raya di seluruh dunia, dan pohon tersebut sekarang banyak terdapat di taman-taman dan kebun-kebun di dunia.



3)            KEMBALI KE ALAM (BACK TO NATURE)
Penghancuran terhadap lingkungan yang menyebabkan hancurnya habitat yang ada merupakan factor paling utama sebagai penyebab kepunahan. Cara yang terbaik yang dapat dilakukan adalah melindungi lingkungan tempat tinggal mereka. Sekitar 6% permukaan di dunia saat ini telah dijadikan sebagai kawasan yang dilindungi, demikian halnya dengan satu benua penuh yaitu Antartika yang menjadi satu-satunya daratan di bumi yang telah berhasil dilindungi dari introduksi spesies asing terutama kerena sedikit makhluk hidup asing yang dapat bertahan di sana. Di bawah perjanjian-perjanjian internasional yang melindungi benua itu, mengintroduksi bakteri sekalipun dilarang. Banyak ekolog yang berpendapat bahwasanya total area bumi yang dibutuhkan untuk dijadikan kawasan yang dilindungi adalah sekitar 10%, tapi 6% sudah merupakan awal yang baik.
Costa Rica secara luar biasa menyediakan lahan 27% dari keseluruhan luas Negara untuk dirancang sebagai Taman Nasional dan cagar alam. Di Amerika penyediaan lahan hanya mencapai 10%. Lalu, bagaimana dengan di Indonesia? Secara sepintas saja masyarakat Indonesia tentu melihat kurangnya pengoptimalan cagar alam dan taman nasional di Indonesia. Akan tetapi jangan melihat dari upaya-upaya yang dilakukan beberapa pihak tentang pelestarian cagar alam. Namun ambisi kepentingan-kepentingan sepihak yang menyebabkan pembukaan hutan yang ‘disulap’ menjadi perkebunan dan pertanian atau bahkan pemukiman  warga masih sering sekali terjadi demi kepentingan investasi. Oleh karena itu adanya keseimbangan pelaksanaan dengan system yang ada pada suatu wilayah dirasa perlu untuk ditegaskan agar kepentingan-kepentingan ekonomi dapat diselenggarakan secara lebih harmonis terhadap alam.
Selain pelaksanaan terhadap perlindungan lingkungan alamiah, manusia pun perlu melakukan perubahan pola hidup yang selaras dengan keseimbangan alam. Pengurangan konsumsi pada pemakaian bahan-bahan kimia serta penghematan air, pemanfaatan lingkungan dan meminimalisir penggunaan fasilitas yang dapat menyebabkan polusi seperti halnya menggunakan sepeda untuk pengurangan polusi udara. Kegiatan ini tidak merupakan promosi lingkungan hidup saja, tetapi merupakan sasaran kehidupan manusia untuk kebaikan hidupnya di masa depan. Tentunya hal ini akan sangat lebih mudah dilakukan dengan adanya penegasan pemerintah yang memberikan kompromi untuk turut aktif dalam penegasan mencanangkan “hari bebas polusi” sehingga mempermudah terjadinya perubahan gaya hidup masyarakatnya.

4)            MENETAPKAN HUKUM
Sejak tahun 1970-an sejumlah konvensi internasional telah ditetapkan untuk mengatasi masalah polusi udara dan perubahan iklim serta masalah-masalah lingkungan lainnya. Walaupun perjanjian tersebut tidak sempurna namun beberapa diantaranya telah terbukti berguna.  Protocol Montreal mengenai Substansi Perusak Lapisan Ozon ditandatangani tahun 1987 dan diperkokoh tahun 1990 dan 1992, yang merupakan salah satu perjanjian internasional yang paling sukses di bidang lingkungan yaitu mengehentikan poroduksi zat-zat kimia perusak ozon paling lambat tahun 2006. Selain itu adanya konvensi Perdagangan Flaura dan Fauna Terancam Punah (CITES) yang diberlakukan pada 1975. Perdagangan gading merupakan contoh mengenai kesulitan-kesulitan dalam pembuatan aturan untuk menyelamatkan lingkungan. Tahun 1989 setelah terjadi penurunan besar-besaran pada populasi gajah Afrika, anggota-anggota CITES sepakat melarang perdagangan gading sama sekali. Namun sekitar pertengahan 1990-an, Namibia, Bostwana, dan Zimbabwe berargumen kalau satu-satunya cara menyelamatkan gajah Afrika adalah mengijinkan penjualan sebagian kecil gading untuk mendapatkan biaya bagi gajah-gajah tersebut. Para ahli konservasi sampai saat ini masih terbagi ke dalam dua kelompok yang berbeda secara tajam mengenai maslah tersebut, akan tetapi CITES sepakat mengijinkan ketiga Negara itu melakukan perdagangan gading sejak 1999.
Demikian halnya di Indonesia, adanya aturan dan larangan yang telah dibuat pemerintah sebagai upaya dan dukungan terhadap perlindungan alam liar yang kondisinya sangat mengkhawatirkan. Namun tidak sedikit pula kurangnya penegasan dalam implementasi pelaksanaan tersebut, seperti kurangnya biaya yang menjadi factor yang sangat berpengaruh dalam pelestarian lingkungan yang ada.

F.    BUMI DI MASA DEPAN
Pada abad-19 begitu sulit untuk meramalkan kehidupan lingkungan manusia yang nyatanya pertumbuhannya begitu fenomenal selama 100 tahun terakhir. Di awal bada-21 para ekolog dan environmentalis juga mengalami kesulitan memperkirakan seberapa jauh dan seberapa cepat kecenderungan itu dapat dibalik. Hal sangat kuat kaitannya bahwa populasi manusia akan menjadi komponen penting dalam penentu kehidupan manusia mendatang. Akan tetapi ukuran populasi manusia tidaklah cukup dijadikan acuan yang pasti bagaimana suatu pola perubahan kehidupan dimasa mendatang, akan tapi paradigma kebudayaan manusia itu sendiri yang dilakukan jutaan umat manusia di bumi tentang bagaimana cara hidup mereka di bumi sebagai benih yang akan menjadi hasil yang dirasakan anak cucu mereka di kehidap yang akan datang. Sejak dimulainya cara memodifikasi alam dengan era industrialisasi, gaya/ pola hidup manusia menjadi sangat beragam sehingga sebagian orang sekarang memberi dampak lingkungan yang lebih besar pengaruhnya dari sebagian orang lain. Para ekolog merumuskan “Persamaan Dampak” yang dituliskan sebagai berikut:

D =   P X T



         



                    dimana   D = angka dampak total pengaruh manusia terhadap lingkungan,
                                    P = populasi,
                                    T = teknologi.
   Setiap negara akan memeperoleh hasil yang berbeda-beda. Dalam skala global, angka-angka populasi cukup rendah bagi negara-negara yang paling tinggi industrialisasinya, namun factor teknologinya membengkak, akibatnya dampak lingkungan total Negara itu amatlah tinggi. Sedangkan yang terjadi pada negara-negara berkembang justru angka teknologi lebih rendah jumlahnya, namun yang membengkak adalah jumlah populasinya. Hal itu menyebabkan dampak lingkungan yang sama saja tingginya.
Dampak lingkungan yang terjadi menyebabkan degradasi kualitas lingkungan yang sangat merugikan bagi kehidupan manusia sendiri. Adanya peristiwa bencana-bencana yang terjadi sampai merebaknya wabah penyakit dimana peristiwa-peristiwa tersebut telah menelan korban jiwa yang mencapai ratusan bahkan ribuan jiwa. Jikalau hal ini terus terjadi tanpa adanya tindakan tegas manusia itu sendiri dalam memperoleh tingkat keharmonisan hidupnya bersama alam maka apa yang akan terjadi pada bumi di masa depan? Akankah populasi manusia di masa depan harus menjadi korban terparah atas warisan kerusakan bumi dari nenek moyang mereka saat ini? Apakah manusia sendiri yang akan menjadi ‘pembunuh’      manusia berikutnya?bahkan bukan hanya sesamanya manusia pun haruskan menjadi symbol ‘penghancur’ kehidupan lain (hewan dan tumbuhan) yang ada di bumi?
Oleh karena itu keberlanjutan bumi di masa mendatang merupakan tanggung jawab “seluruh” umat manusia di bumi. Apapun yang akan terjadi di masa mendatang, kehidupan manusia 100 tahun terakhir ini hendaknya dijadikan tolak ukur tentang bagaimana cara manusia menghadapi hidup dengan seluruh makhluk hidup yang memilki hak pula atas alam ini. Banyak hikmah dan pelajaran yang dapat diraih atas berbagai fenomena yang terjadi akhir-akhir ini; walaupaun sebagai satu spesies kita memiliki kualitas yang sangat luar biasa, kita tidak dapat meloloskan diri dari jarring-jaring kompleks hubungan ekologi yang mempengaruhi semua kehidupan di bumi.
Terdapat kalimat menyeramkan yang pernah dicetuskan oleh Michael Gorbachev mantan presiden Uni Soviet yaitu ”ekologi telah berhasil mencekik leher kita”. Sekiranya hal itu kita jadikan teguran keras terhadap diri kita sendiri tentang bagaimana cara kita menyingkapi alam. Tidak hanya kita turut menyingkapi secara fisik tentang bagaimana kita melakukan upaya penyesuaian kembali sumber daya alam atau mempertahankan jumlah dan kualitas sumber daya itu, melainkan bagaimana caranya bagi kita untuk memanfaatkan alam dan mengelolanya dengan menimbulkan efek buruk seminim mungkin atau cara lain pengelolaan alam dengan mencari inisiatif agar tidak menimbulkan efek merugikan.  Konservasi dan perservasi yang tetap dirasa perlu kembali dipromosikan agar terjaganya alam dari pengaruh buruk manusia. Harus disadari betul bahwasanya masalah-masalah yang merasuki manusia pada kehidupan era Global saat ini “jangan sampai membutakan kita dari alam”. Ketika alam itu ‘mengeluh’ maka tak kuasa manusia memperkirakan kerugian yang akan ditimbulkannya.



Sumber Referensi :

Sudjoko, dkk. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta : Universitas Terbuka.

      Burnie, David. 2005. Ekologi. Jakarta : Erlangga.

      Fitriana, Rina. 2008. Mengenal Hutan. Bandung : Putra Setia.

      Slamet, Joeli Soemirat. 2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

      www.wikipedia.com

1 komentar:

  1. Mengenai pendidikan etika lingkungan masih jarang dibahas secara mendalam, padahal ini sangat penting bagaimana manusia harus berinteraksi dengan lingkungannya.

    BalasHapus