Sabtu, 24 November 2012

PEMIKIRAN TOKOH PEMBELAJARAN BERWAWASAN MASYARAKAT




Pendidikan adalah kegiatan seseorang/sekelompok orang /lembaga dalam membantu individu/sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan. Tugas pendidikan tidak hanya menuangkan sejumlah informasi ke dalam diri siswa tetapi  bagaimana mengembangkan pemikiran siswa tentang konsep-konsep penting yang telah dipelajari agar dapat bermanfaat terutama bagi dirinya dan dapat mengembangkan karakter siswa. Namun proses pendidikan yang telah berjalan mengundang berbagai kriktik yaitu pandangan terhadap sekolah sebagai alat transformasi pendidikan yang salah satunya diungkapkan oleh Freire. Beliau mengatakan bahwa sekolah selama ini menjadi ”penjinakan” yang memanipulasi peserta didik agar mkereka dapat diperalat untuk melayani kepentingan kelompok yang berkuasa. Dengan adanya kritik tersebut, keberadaan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang dangat berpengaruh terhadap perkembangan suatau bangsa harus benar-benar menunjukan dan membuktikan bahwa belajar bukan hany proses transformasi dari guru ke siswa, tetapi juga upaya pengembangan potensi siswa berdasarkan atas kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
            Sekitar abad 20 terjadi perubahan besar mengenai konsepsi pendidikan dan pengajaran. Hal itu tentunya berpengaruh tentang proses pendidikan dimana cara belajar dan mengajar di sekolah disesuaikan pandangan baru mengenai konsepsi pendidikan dan pengajaran. Murid pada awalnya hanya mengalami proses belajar satu arah yaitu hanya menerima transfer ilmu dari guru dengan cara pasif atau seperti hanya mendengarkan ”ceramah” dan menerima apa saja yang disuguhkan oleh guru tentu saja hal tersebut akan membatasi perkembangan daya pikir murid dimana seharusnya guru memberikan banyak kesemapatan pada murid untuk berfikir dan mengembangkan fikirannya tersebut. Salah satu hal yang harus dilakukan guru adalah melakukan reformasi di dalam cara mengajar kepada peserta didik. Untuk melakukan reformasi tersebut berikut ini merupakan beberapa teori belajar dari berbagai pemikiran yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pembelajaran di sekolah:
                         I.                  TEORI BELAJAR HUMANISTIK
Pelopor dari teori ini adalah Jurgen Habermas. Menurut teori ini proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memenusiakan manusia. Humanisasi atau memanusiakan manusia yaitu suatu upaya membantu manusia untuk dapat bereksistensi sesuai dengan martabatnya sebagai manusia (mampu merealisasikan hakikatnya secara total, oleh karenanya pendidikan merupakan upaya yang bertitik tolak pada hakiakat manusia). Teori humanistic sangat mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar itu sendiri. Dalam pelaksanaannya tampak pada pendekatan belajar yang dikemukakan Ausbel tentang belajar bermakna atau meaningful learning, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Teori humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan asal tujuannya memanusiakan manusia; mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal. Teori humanistic dengan pandangannya yang sangat manusiawi, yaitu dengan cara memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia bukan saja mungkin untuk dilakukan, tetapi justru harus dilakukan. Berikut beberapa pandangan para tokoh humanistic:
1.                  Pandangan Kolb Terhadap Belajar
Kolb membagi empat tahap-tahap belajar. Tahap Pengalaman Konkret, yaitu tahap awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun, dia belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa tersebut.
Tahap pengamatan Aktif dan Reflektif, yaitu tahap kedua dalam peristiwa belajar bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya dengan mengmbangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana dan mengapa hal itu bias/mesti terjadi. Pemahamannya terhadap peristiwa yang dialaminya semakin berkembang.
Tahap Konseptualisasi. Sesorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hokum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiaanya. Berfikir induktif banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya.
Tahap Eksperimen Aktif, melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata. Berfikir deduktif banyak dilakukan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep di lapangan.
2.                  Pandangan Honey dan Mumford Terhadap Belajar
Honey dan Mumford yang pandangannya diilhami oleh pandangan Kolb menggolongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan: Kelompok Aktivis, mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Mudah diajak berdialog (komunikatif), memiliki pemikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain, namun dalam melakukan suatu tindakan sering kali kurang pertimbangan yang matang dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya untuk melibatkan diri. Metode yang cocok adalah problem solving, brainstorming.
Kelompok Reflektor, di dalam melakukan suatu tindakan orang-orang tipe ini sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan baik-buruk dan untung-rugi, selalu diperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang-orang demikian tidak mudah dipengaruhi sehingga mereka cenderung bersifat konservatif.
Kelompok Teoris. Memiliki kecenderungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu sering dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep atau hokum-hukum, mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Orang-orang demikian penuh dengan pertimbangan, sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
Kelompok Pragmatis. Memiliki sifat-sofat praktis, tidak suka berbicara dan membahas sesuatu dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil, dan sebagainya. Bagi mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis, sesuatu yang nyata dan dapat dilaksanakan. Sesuatu hanya bermanfaat jika dapat dipraktekkan. Teori, konsep, dalil, memang penting tetapi semua tidak ada gunanya apabila tidak dapat dengan mudah dilaksanakan. Bagi mereka, sesuatu adalah abaik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
3.                  Pandangan Habermas Terhadap Belajar
Habermas adalah tokoh humanis yang memiliki banyak pengaruh terhadap teori belajar humanistic. Menurutnya belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan alam maupum lingkungan sosialnya. Habermas mebagi tipe belajar menjadi tiga bagian: Belajar Teknis, belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar. Pengetahuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan dan perlu dipelajari agar mereka dapat menguasai dan mengelola lingkungan alam sekitarnya dengan baik. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu alam atau lainnnya sangat dipentingkan dalam belajar teknis.
Belajar Praktis, belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu, dengan orang-orang di sekelilingnya dengan baik. Kegiatan belajar ini lebih mengutamakan terjadinya interaksi yang harmonis antar sesame manusia. Bidang-bidang ilmu yang berhubungan dengan sosiologi, psikologim antropologi, dan semacamnya sangat diperlukan.
Belajar Emansipatoris, menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya. Ilmu-ilmu yang berhubungan antara budaya dan bahasa amat diperlukan. Pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi cultural inilah yang oleh Habermas dianggap sebagai tahap belajar yang paling tinggi, sebab transformasi cultural adalah tujuan pendidikan yang paling tinggi.
4.                  Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran
Semua komponen pendidikan termasuk di dalamnya tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mecapai aktualisasi diri. Teori belajar Humanistik akan sangat embantu para pendidik menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi ke arah pembentukan manusia yang dicitak-citakan tersebut.
Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan teori humanistic yaitu:
a)      Menentukan tujan-tujuan pembelajaran
b)      Menentukan materi pembelajaran
c)      Mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik
d)     Mengidentifikasi topic-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri dalam belajar
e)      Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran
f)       Membimbing siswa belajar secara aktif
g)      Membimbing siswa untuk memahami hakikat atau makna dari pengalaman belajarnya
h)      Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya
i)        Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke dalam situasi nyata
j)        Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

                      II.                  PANDANGAN PROGESIF DALAM PEMBELAJARAN
Berdasarkan studi psikologi belajar yang baru beserta sosiologi masyarakat pendidikan menghendaki agar pengajaran memperhatikan minat, kebutuhan dan kesiapan anak didik untuk belajar, serta dimaksudkan untuk mencapa tujuan-tujuan social sekolah. Salah satu teori yang menekankan pentingnya kesiapan anak untuk belajar adalah teori belajar progresif yang salah satunya dikemukakan oleh John Dewey. Teori progresivisme merupakan perluasan dari pikiran-pikiran pragmatisme pendidikan. Terori ini memandang peserta didik sebagai makhluk social yang aktif dan dia percaya bahwa peserta didik ingin memahami lingkungan dimana ia berada, baik lingkungan kehidupan manusia secara personal maupun social.
Dewey menyebutkan tiga tingkatan kegiatan yang biasa dipergunakan di sekolah; Tingkatan pertama, untuk anak pada pendidikan prasekolah diperlukan latihan berkenaan dengan pengembangan koordinasi fisik. Tingkatan kedua, menggunakan bahan belajar yang bersumber dasri lingkungan. Tingkatan ketiga, anak menemukan ide-ide atau gagasan, mengujinya, dan menggunakan ide-ide atau gagasan tersebut untuk memecahkan masalah persoalan yang sama.
Pikiran-pikiran progresivisme berbeda dalam cara pandang terhadap pendidikan tradisional, dalam hal;
1)      Guru yang memiliki kendali dalam pembelajaran
2)      Hanya percaya bahwa buku sebagai satu-satunya sumber informasi
3)      Belajar yang pasif, dan cenderung tidak factual
4)      Memisahkan sekolah dengan masyarakat
5)      Menggunakan hukuman fisik dalam menegakkan kedisiplinan.
Terdapat lima prinsip pendidikan progresivf, yaitu;
1)      Berikan kebebasan kepada anak untuk berkembang secara alamiah
2)      Minat, dan pengalaman langsung merupkan rangsanagan yang paling baik untuk belajar
3)      Guru memiliki peran sebgai narasumber dan pebimbing kegiatan belajar
4)      Mengembangkan kerja sama antara sekolah dengan keluarga
5)      Sekolah progresif harus menjadi laboratorium reformasi dan pengujian pendidikan.
                   III.                  PANDANGAN SOSIOKULTURAL KONTRUKTIVIS DALAM PENDIDIKAN
Salah satu bagian dari revolusi pendidikan adalah teori pembelajaran kontruktivis. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus secara individu menemukan dan mentransfer informasi-informasi komples, apabila mereka harus menjadikan tiu menjadi miliknya sendiri. Teori konstruktivis memandang siswa secara terus menerus memerikasa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi, karena penekanannya pda siswa (yang aktif), maka strategi konstruktivis sering disebut pengajaran yang terpusat pada siswa atau student-centered instruction.
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).
Terdapat empat prinsip kunci yang diturunkan dari konstruktivis modern. Pertama, penekananya pada hakikat social dari pembelajaran. Kedua, ide bahwa belajar paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan mereka. Ketiga, adanya penekanan pada keduanya, yaitu hakikat social dari belajar dan zona perkembangan terdekat yang dinamakan dengan pemagangan kognitif. Keempat, pada proses pembelajran menekankan kemandirian atau belajar menggunakan media.
Menurut teori konstruktivis, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyatan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya.
Von Galserfeld, mengemukakan beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengonstruksi pengetahuam yaitu;
1)      Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman,
2)      Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan
3)      Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu daripada yang lainnya.
                   IV.                  PANDANGAN KI HAJAR DEWANTORO TERHADAP PENDIDIKAN
Salah satu pikiran Ki Hajar Dewantoro tentang pendidikan diwujudkan dalam benuk Taman Siswa. Taman Siswa merupakan badan perguruan yang sudah diselaraskan dengan kepentingan dan keperluan rakyat, di samping itu rakyat diberikan kesempatan untuk memberikan kintribusi terhadap lembaga tersebut. Lahirnya pendidikan Taman Siswa juga didilhami oleh model pendidikan barat yang tidak menyelesaikan persoalan peningkatan kualitas sumber daya manusia waktu itu. Menurutnya pendidikan barat memiliki ciri: perintah, hukuman, dan ketertiban. Model pendekatan seperti itu menurut Ki Hajar Dewantoro merupakan salah satu pemerkosaan terhadap kehidupan batin anak-anak. Dasar pendidikan yang digunakan di Taman Siswa adalah Momong, Among dan Ngemong.  Beberapa falsafah yang dikemukakan Ki Hajar Dewantoro berkenaan dengan pendidikan:
1)      Segala alat, usaha dan juga cara pendidikan harus sesuai denga  kodratnya
2)      Kodratnya itu dalam adapt-istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup tertib dan damai
3)      Adapt istiadat sifatnya selalu berubah (dinamis)
4)      Untuk mengetahui karakteristik masyarakat saat ini diperlukan kajian mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau sehingga dapat dipe\rediksi kehidupan yang akan datang pada masyarakat tersebut.
5)      Perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsure-unsur lain, hal ini terjadi karena terjadinya pergaulan antar bangsa.
Pendidikan nasional menurut Taman Siswa adalah pendidikan yang beralaskan garis hidup dari biasanya dan ditujukan untuk kepentingan perikehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar da[at bekerja bersama-sama dengan bangsa lain untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantoro adalah tuntutan di dalam tumbuh dan berkembangnya anak-anak. Maksud pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar merka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Beberapa kata penting yang digaris bawahi Ki Hajar Dewantoro , bahwa pendidikan itu hanya tuntutan, di dalam tumbuh dan berkembangnya anak-anak. Ini mengandung arti bahwa tumbuh dan berkembangnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak guru/pendidik.
Beberapa butir pokok pendidian yang dikemukakan Ki Hajar Dewantoro menurut Tilaar (2000:68-71):
1)      Bahwa kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan.
2)      Kebudayaan yang menjadi alas an pendidikan tersebut haruslah bersifat kebangsaan, artinya kebudayaan yang dimiliki atau yang akan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia.
3)      Pendidikan mempunyai arah yaitu untuk mewujudkan keperluan perikehidupan.
4)      Arah tujuan pendidikan ialah untuk mengangkat derajat negara dan rakyat.
5)      Pendidikan yang visioner.
            Kebudayaan merupakan dasar praksis pendidikan, maka bukan saja seluruh proses pendidikan berjiwakan kebudayaan nasional, tetapi juga seluruh unsure kebidayaan harus diperkenalkan dalam proses pendidikan. Hal ini berarti kesenian, budi pekerti, syarat-syarat agama (nilai-nilai agama), sastra, juga pendidikan jasmani. Program pendidkan yang kemprehendif tersebut menuntut suatu suasana pendidikan berbudaya yang ahanya dapat diwujudkan secara efektif dalam system pondok.
Para guru professional masa depan dapat menuntut kesatuan di dalam kepribadiannya bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan dan bagaimana mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga para guru tersebut merupakan resi modern seorang intelektual, professional, dan pemimpin yang perlu dan dapat digugu.

Sumber Referensi :

Hatiamh, Ihat, dkk. 2008. Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan. Jakarta : Universitas Terbuka.
Wahyudin, Dinn,dkk. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka.

Teori Multiple Intelligence Howard Gardner



Teori tenteng multiple intelligence ini berdasarkan pakar Psikologi Harvard Howard Gardner. Gardner mengemukakan bahwa pandangan klasik percaya bahwa inteligensi merupakan kapasitas kesatuan dari penalaran logis, dimana kemampuan abstraksi sangat bernilai. Pandangan ini berdasar pada teori general (g) intelligence dari Spearman yang menganggap inteligensi sebagai kekuatan mental yang yang timbul selalma aktifitas intelektual dan dapat digambarkan dalam berbagai tingkatan. Sama dengan Thurstone dan beberapa ahli psikometri lain Gardner melihat bahwa inteligensi merupakan meliputi beberapa kemampuan mental. Namun demikian psikolog Universitas Harvard tersebut tidak terlalu terlalu peduli dengan bagaimana menjelaskan dan menuangkannya dalam skor tes psikometri yang bersifat lintas budaya.
Inteligensi, menurut Gardner, merupakan kemampuan untuk memecahkan masalah dalam situasi budaya atau komunitas tertentu, yang terdiri dari tujuh macam inteligensi. Meskipun demikian, Gardner menyatakan bahwa jumlah tersebut bisa lebih atau kurang, tapi jelas bukan hanya satu kapasitas metal. Pertanyaan tentang kenapa individu memilih berada dalan peran-peran yang berbeda (ahli fisika,petani, penari), memerlukan kerja berbagai kecerdasan sebagai suatu kombinasi, dalam penjelasannya.
Kecerdasan menurutnya, merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Kecerdasan bergantung pada konteks, tugas serta tuntutan yang diajukan oleh kehidupan kita, dan bukan tergantung pada nila IQ, gelar perguruan tinggi atau reputasi bergengsi.
Kita bisa mencontohkan apakah Einstein akan sukses seperti itu bila dia masuk di Jurusan Biologi atau belajar main bola dan Musik…jelas masalah fisika-teoritis Einstein, Max Planc, Stephen Howking, Newton adalah jenius-jenius, tetapi bab olah-raga maka Zidane, Jordane, Maradona adalah jenius-jenius dilapangan, juga Mozart, Bach adalah jenius-jenius dimusik. Dst..dst…juga Thoman A. Edison adalah jenius lain, demikian juga dengan para sutradara film, bagaimana mereka mampu membayangkan harus disyuting bagian ini, kemudian setelah itu, adegan ini, ini yang mesti keluar dengan pakaian jenis ini, latar suara ini, dan bahkan dialog seperti itu, ini adalah jenius-jenius bentuk lain. Disinilah Howard Gardner mengeluarkan teori baru dalam buku Frame of Mind, tentang Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk), dimana dia mengatakan bahwa era baru sudah merubah dari Test IQ yang melulu hanya test tulis (dimana didominasi oleh kemampuan Matematika dan Bahasa), menjadi Multiple Intelligences.
Teori Gardner berdasar pada sintesa berbagai macam bukti dari sumber-sumber yang berbeda :
1.   Studi terhadap orang normal yang mengalami kerusakan otak karena trauma atau stroke, yang mendukung pendapat tentang inteligensi terpisah yang mengatur pemikiran spasial dan bahasa.
2.   Dukungan profil intelektual dari populasi-populasi khusus, seperti prodigies dan idiot savants, yang mengindikasikan bahwa inteligensi merupakan kemampuan-kemampuan yang terpisah.
3.   Bukti dari mekanisme pemprosesan informasi.
4.   Dukungan dari psikologi eksperimental dan psikologi kognitif
5.   Penemuan-penemuan psikometris.
6.   Arah perkembangan karakteristik dari manifestasi umum dan mendasar, menuju kondisi akhir berupa keahlian yang memungkinkan.
7.   Penemuan dalam bidang biologi evolusioner.
8.   Dukungan dari konsep-konsep yang ada pada sistem simbol.
Gardner menekankan dalam jenis inteligensinya bahwa inteligensi hanya merupakan konstrak ilmiah yang secara potensial berguna. Jenis-jenis inteligensi Gardner mendeskripsikan tujuh kecerdasan manusia dalam Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (2004), yaitu:
A. Spatial intelligence (kecerdasan spasial) membangkitkan kapasitas untuk berpikir dalam tiga cara dimensi seperti yang dapat dilakukan oleh pelaut, pilot, pemahat, pelukis, dan arsitek. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang untuk merasakan bayangan eksternal dan internal, melukiskan kembali, merubah, atau memodifikasi bayangan, dan menghasilkan atau menguraikan informasi grafik. Merupakan kecerdasan seseorang yang berdasar pada kemampuan menangkap informasi visual atau spasial, mentransformasidan meodifikasinya, dan membentuk kembali gambaran visual tanpa stimulus fisik yang asli. Kecerdasan ini tidak tergantung sensasi visual. Kemampuan pokoknya adalah kemampuan untuk membentuk gambaran tiga dimensi dan untuk menggerakkan atau memutar gambaran tersebut. Individu yang dominan memiliki kecerdasan tersebut cenderung berpikir dalam pola-pola yang berbentuk gambar. Mereka sangat menyukai bentuk-bentuk peta, bagan, gambar, video ataupun film sebagai media yang efektif dalam berbagai kegiatan hidup sehari-hari.
B.   Kecerdasan bahasa, Linguistic intelligence (kecerdasan linguistik) adalah kemampuan untuk berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks. Meliputi mekanisme yang berkaitan dengan fonologi, sintaksis, semantik dan pragmatik. Mereka yang memiliki kecerdasan tersebut, mempunyai kecakapan tinggi dalam merespon dan belajar dengan suara dan makna dari bahasa yang digunakan. Pada umumnya merupakan ahli yang berbicara di depan public. Mereka lebih bisa berpikir dalam bentuk kata-kata daripada gambar. Kecerdasan ini merupakan aset berharga bagi jurnalis, pengacara, pencipta iklan.
C.   Logical-mathematical intelligence (kecerdasan logika-matematika) merupakan kemampuan dalam menghitung, mengukur, dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis, serta menyelesaikan operasi-operasi matematis. Pola pikir yang berkembang melalui kecerdasan ini adalah kemampuan konseptual dalam kerangka logika dan angka yang digunakan untuk membuat hubungan antara berbagai informasi, secara bermakna. Kecerdasan ini diperlukan oleh ahli matematika, pemrogram komputer, analis keuangan, akuntan, insinyur danilmuwan.
D. Bodily-kinesthetic intelligence (kecerdasan kinestik-tubuh) memungkinkan seseorang untuk menggerakan objek dan keterampilan-keterampilan fisik yang halus. Misalnya kelihatan pada diri atlet, penari, ahli bedah, dan seniman yang mempunyai keterampilan teknik. Kemampuan untuk mengendalikan gerakan tubuh dan memainkan benda-benda secara canggih, merupakan bentuk nyata dari kecerdasan tersebut. Individu akan cenderung mengekspresikan diri melalui gerak-gerakan tubuh, memiliki keseimbangan yang baik dan mampu melakukan berbagai maneuver fisik dengan cerdik. Melaui gerakan tubuh pula individu dapat berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya, mengingat dan memproses setiap informasi yang diterimanya. Kecerdasan ini dapat terlihat pada koreografer, penari, pemanjat tebing.
E.   Musical intelligence (kecerdasan musik) jelas terlihat pada seseorang yang memiliki sensitivitas pada pola titinada, melodi, ritme, dan nada. Misalnya pada seorang komposer, konduktor, musisi, kritikus, dan pembuat alat musik juga pendengar yang sensitif.. memungkinkan individu menciptakan, mengkomunikasikan dan memahami makna yang dihasilkan oleh suara.. Komponen inti dalam pemprosesan informasi meliputi pitch, ritme dan timbre. Terlihat pada komposer, konduktor, teknisi audio, mereka yang kompeten pada musik instrumentalia dan akustik.
F.   Interpersonal intelligence (kecerdasan interpersonal) merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Hal ini terlihat pada guru, pekerja sosial, artis, atau politisi yang sukses., merupakan kecerdasan dalam berhubungan dan memahami orang lain di luar dirinya. Kecerdasan tersebut menuntun individu untuk melihat berbagai fenomena dari sudut pandang orang lain, agar dapat memahami bagaimana mereka melihat dan merasakan. Sehingga terbentuk kemampuan yang bagus dalam mengorganisasikan orang, menjalin kerjasama dengan orang lain ataupun menjaga kesatuan suatu kelompok. Kemampuan tersebut ditunjang dengan bahasa verbal dan non-verbal untuk membuka saluran komunikasi dengan orang lain.
G. Intrapersonal intelligence (kecerdasan intrapersonal) merupakan kemampuan untuk membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam itu dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang. Misalnya terlihat pada ahli ilmu agama, ahli psikologi, dan ahli filsafat. Tergantung pada proses dasar yang memungkinkan individu untuk mengklasifikasikan dengan tepat perasaan-perasaan mereka, misalnya membedakan sakit dan senang dan bertingkah laku tepat sesuai pembedaan tersebut. Kecerdasan ini memungkinkan individu untuk membangun model mental mereka yang akurat, dan menggambarkan beberapa model untuk membuat keputusan yang baik dalam hidup mereka.

Pendekatan Multiple Intelligence dalam Pembelajaran

Di antara pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dari suatu teori yang dikenal dengan teori Multiple Intelligence. Teori tersebut digunakan sebagai pendekatan pembelajaran, karena di dalamnya membicarakan tentang keberagaman yang bertautan dengan kompetensi peserta didik.
Pendekatan Multiple Intelligence pun memandang bahwa seseorang/manusia memiliki beberapa potensi kecerdasan. Salah satu dari kecerdasan setiap peserta didik itulah yang harus dikembangkan, sehingga pada akhirnya menjadi suatu kompetensi yang sangat dominan dikuasainya. Jika kita tautkan ketujuh kecerdasan yang dimiliki manusia tersebut dalam pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa “Sebaiknya Multiple Intelligence (multikecerdasan) digunakan dan diterapkan sebagai pendekatan pelaksanaan kegiatan pembelajaran.” Setiap manusia (peserta didik) tentu akan memiliki potensi yang sesuai dengan salah satu kecerdasan di atas. Dengan demikian, maka diharapkan salah satu potensi kompetensi dari peserta didik dapat muncul dan dapat dikembangkan.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam Multiple Intelligence adalah adanya tanggung jawab lembaga-lembaga pendidikan, dan kecerdikan seorang guru dalam memerhatikan bakat masing-masing siswa (peserta didik). Di dalam maupun di luar sekolah, setiap siswa harus berhasil menemukan paling tidak satu wilayah kemampuan yang sesuai dengan potensi kecerdasannya. Jika hal itu berhasil ditemukan oleh siswa dengan bimbingan guru, maka akan menimbulkan kegembiraan dalam proses pembelajaran, bahkan akan membangkitkan ketekunan dalam upaya-upaya penguasaan disiplin keilmuan tertentu. Penerapkan pendekatan Multiple Intelligence dalam pembelajaran, harus memerhatikan beberapa langkah, meliputi:
1)      Mengidentifikasi elemen-elemen Multiple Intelligence dalam program kurikuler dan ekstrakurikuler. Misalnya memasukkan program seni ke dalam kurikulum.
2)      Meninjau kembali sistem teknologi dan program piranti lunak untuk melihat kecerdasan-kecerdasan apa yang terabaikan.
3)      Para guru merenungkan kemampuan peserta didik, kemudian memutuskan untuk secara sukarela bekerjasama dengan rekan-rekan yang lain.
4)      Proses pembelajaran dengan tanggung jawab tertentu, bisa dipilih sebagai metode pembelajaran.
5)      Diskusi dengan orang tua siswa dan anggota masyarakat sehingga dapat membuka kesempatan-kesempatan magang bagi para siswa.
            Di samping langkah-langkah di atas, sebagai upaya untuk memadukan pendekatan Multiple Intelligence dalam pembelajaran, perlu juga memerhatikan hal-hal berikut:
1)      Persepsi tentang siswa harus diubah. Selama ini kita selalu memiliki persepsi terhadap siswa, bahwa siswa itu cerdas, rata-rata, dungu, dan lain-lain. Persepsi inilah yang harus diubah. Sebaiknya para pendidik memberikan perhatian kepada berbagai macam cara yang dilakukan siswa untuk memecahkan masalah-masalah mereka dan mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kita harus menerima bahwa siswa memiliki profil-profil kognitif dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Guru harus menyediakan kesempatan-kesempatan belajar yang kaya, mempertajam kemampuan-kemampuan observasi mereka, mengumpulkan informasi tentang bakat dan kegemaran siswa, serta mempelajari kecerdasan-kecerdasan yang tidak biasa.
2)      Guru membutuhkan dukungan dan waktu untuk memperluas daftar pengajaran mereka.
Jika proses pembelajaran ingin mencapai tujuan bahwa siswa harus memiliki pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan yang seimbang, maka jam belajar yang selama ini hanya cukup untuk menguasai pengetahuan saja harus diubah dengan memperluas jam belajar. Hal ini perlu dilakukan tiada lain untuk:
         a.   Memberi dukungan dan melakukan praktek.
         b.   Meminta guru tertentu yang memiliki kemampuan tinggi dalam sebuah kecerdasan untuk memberikan pelatihan.
         c.   Mengintegrasikan para spesialis yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu.
         d.   Mengunjungi lokasi-lokasi lain sebagai bahan perbandingan proses pembelajaran.
3)      Pendekatan Multiple Intelligence dan pembelajaran
Kurikulum pada dasarnya berfokus pada pengetahuan yang mendalam dan pengembangan kemampuan. Dalam hal ini, pembelajaran tidak harus menekankan pengajaran melaui kecerdasan, tetapi yang harus mendapat penekanan adalah bahwa pembelajaran itu untuk kecerdasan atau penguasaan kompetensi tertentu sesuai dengan minat dan bakat siswa.
4)      Diperlukan pendekatan baru terhadap proses penilaian Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam aktivitas penilaian, yaitu:
   a.   Bagaimana menilai kecerdasan siswa;
   b. Bagaimana meningkatkan penilaian secara umum dalam hal kognitif, apektif, dan psikomotorik;
   c.   Bagaimana melibatkan siswa dalam proses penilaian.
5)      Praktik profesional menuju ke arah perkembangan
Tingkat profesionalime para pendidik perlu dimiliki setiap guru, sehingga tantangan yang dihadapi terutama dalam menentukan model program yang akan dilakukan di kelas, tepat dan sesuai dengan kompetensi siswa.
Pernyataan-pernyataan lain yang harus menjadi bahan renungan para guru, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a.   Bagaimana guru, siswa, administrator sekolah, orang tua, dan anggota masyarakat dapat memperoleh informasi yang memadai tentang kemampuan manusia serta implikasi-implikasinya bagi pendekatan-pendekatan baru di bidang pendidikan?
b.   Bagaimana memasukkan strategi-strategi belajar dan mengajar yang mampu memenuhi kebutuhan seluruh siswa ke dalam program-program pengembangan pembelajaran?
c.   Bagaimana menyesuaikan lingkungan sekolah agar dapat menawarkan program-program yang lebih kaya dan bervariasi?
d.   Bagaimana mengembangkan persepsi kita tentang siswa?
e.   Bagaimana memperluas data-data pengajaran dan penilaian?
f.    Konsep-konsep apakah yang mesti dipelajari siswa?
g.   Anggota masyarakat manakah yang dapat menjadi penasihat atau dapat memberi kesempatan magang?
h.   Bagaimana para pendidik belajar untuk mengkombinasikan strategi-strategi pendidikan yang paling efektif dengan menggunakan teknologi yang paling praktis dan paling cerdas?
Sekelumit pembahasan ini menyimpulkan beberapa bahan renungan untuk para pengelola sekolah khususnya para guru, sebagai berikut:
1)   Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
2)   Apa pun konsep kurikulumnya, pada dasarnya akan bertumpu pada; (1) penekanan ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, (2) berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman, (3) penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode bervariasi, (4) sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif, dan (5) penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
3)   Pengertian Multiple Intelligence dalam bahasa Inggris adalah; Multiple(maltip) berarti berbagai jenis, Intelligence (in’telijens) berarti kecerdasan. Multiple Intelligence merupakan suatu teori yang dikemukakan Gardner, 1983 dalam Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligence (2004) dideskripsikan bahwa teori tersebut merupakan penguatan perspektif tentang kognisi manusia. Kecerdasan adalah bahasa-bahasa yang dibicarakan oleh semua orang dan sebagian dipengaruhi oleh kebudayaan di mana ia dilahirkan.
4)   Kegiatan pembelajaran pada akhirnya bermuara pada pencapaian suatu kompetensi tertentu dari peserta didik. Pendekatan Multiple Intelligence pun memandang bahwa seseorang/manusia memiliki beberapa potensi kecerdasan. Salah satu dari kecerdasan setiap peserta didik itulah yang harus dikembangkan, sehingga pada akhirnya menjadi suatu kompetensi yang dominan dikuasai peserta didik.
Sebagai harapan dalam rangka menunjang keberhasilan pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional, tidak ada salahnya apabila rekan-rekan seperjuangan dan seprofesi merenungkan hal-hal, sebagai berikut:
a.   Meningkatkan rasa tanggung jawab kepada diri sendiri, masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara dalam rangka menjalankan tugas sebagai abdi bangsa dan negara.
b.   Agar terus berusaha meningkatkan kemampuan dan wawasan tentang pendidikan, sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada para siswa.
c.   Memahami dan melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan di dunia pendidikan seiring dengan perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d.   Mengembangkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan kurikulum dalam rangka mengembangkan kegiatan pembelajaran.
e.   Meningkatkan prestasi profesi sejalan dengan ketentuan yang telah digariskan oleh lembaga pendidikan dan pemerintah, manakala kita mengabdikan dir


sumber:


ETIKA LINGKUNGAN


A.   LINGKUNGAN
1)            PENGERTIAN LINGKUNGAN
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.(wikipedia)

2)            KLASIFIKASI LINGKUNGAN
Bagi kehidupan manusia, lingkungan adalah segala sesuatu yang ada sekitarnya, baik berupa benda hidup , benda mati, benda nyata ataupun abstrak termasuk manusia lainnya serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksinya antara elemen-elemen di alam tersebut. Berikut merupakan pengklasifikasian lingkungan berdasarkan kebutuhannya agar mempermudah pemahamannya:
1.      Lingkungan yang hidup (biotik) dan Lingkungan tak hidup (abiotik)
2.      Lingkungan alamiah dan Lingkungan buatan manusia
3.      Lingkungan prenatal dan Lingkungan postnatal
4.      Lingkungan biofisis dan Lingkungan psikososial
5.      Lingkungan air (hidrosfer), Lingkungan udara (atmosfir), Lingkungan tanah (litosfir), Lingkungan biologis (biosfir), dan Lingkungan social (sosiofir)
6.      Kobinasi dari klasifikasi-klasifikasi tersebut.

3)            MODIFIKASI LINGKUNGAN
Manusia banyak menggantungkan hidupnya dengan lingkungan atau alam sekitarnya. Selain sebagai tempat tinggal hal yang paling utama adalah alam menyediakan bahan makanan bagi manusia. Manusia primitive sangat bergantung pada jumlah makanan yang disediakan oleh alam. Karena itulah alasan mengapa mereka hidup berpindah-pindah (nomaden), karena jumlah makanan yang tersedia di tempat semula mereka tinggal semakin berkurang persediaannya. Sedangkan manusia mengalami pertambahan jumlahnya, maka mereka pun mencari lahan persediaan makanan yang baru. Siklus hidup tersebut lambat laun berubah seiring berkembangnya tingkat kecerdasan manusia yang melahirkan pola pikir baru yang merubah budaya hidup mereka. Manusia mulai memodifikasi alam dengan cara bercocok tanam dan beternak, hal itu bertujuan untuk meningkatkan sumber pangan yang ada untuk pemenuhan sekian jumlah penduduk yang terus melaju pesat pertambahannya. Pertambahan penduduk pun menyebabkan pesatnya perkembangan teknologi sehingga muncul era industrialisasi sebagai cara manusia mengatasi keterbatasan sumber dan pengelolaan pangan.



4)            INTERAKSI MANUSIA DENGAN LINGKUNGAN
Dalam setiap aktivitas hidupnya manusia tidak terlepas dari alam/lingkungannya. Perlu disadari betul bahwa manusia memang tergantung pada alam. Pemenuhan kebutuhan secara individu dimulai dari kebutuhan pangan, tempat tinggal, serta pemanfaatan sumber daya yang disediakan oleh alam untuk keperluan sekelompok manusia. Namun adakah manusia menyadari timbal balik apa yang diberikan pada alam atau lingkungannya? Apakah alam hanya disediakan untuk manusia? Apakah hanya manusia saja yang memerlukan alam? Lalu apakah selamanya alam akan bermanfaat bagi kehidupan manusia?
Sekitar lima puluh tahun silam, hanya sedikit orang yang pernah mendengar kata “ekologi”, hanya sedikit pula orang yang mengerti apa itu “ekologi”? Barulah sekitar dasawarsa kemudian ekologi dikenal dan popular di masyarakat. Kata ekologi atau Oecologie dalam bahasa Jerman, dirintis oleh seorang naturalis bernama Ernst Heinrich Haeckel pada tahun 1866. ia menciptakan kata ekologi dengan menggabungkan oikos, kata Yunani yang berarti rumah atau rumah tangga, dengan logos, kata Yunani yang berarti bidang ilmu apa saja. Secara harfiah, ekologi berarti ilmu yang mempelajari rumah. Dapat disimpulkan bahwa ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan/interaksi makhluk hidup dengan lingkungan fisik atau rumah tangga dan dengan spesies-spesies lain di sekeliling mereka.
Adapun ekologi manusia adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara setiap segi kehidupan manusia (fisiki, mental, social) dengan lingkungan hidupnya (biofisis, psikososial) secara keseluruhan dan bersifat sintetis. Perkembangan ilmu-ilmu tersebut dapat menjadikan titik awal kesadaran manusia dalam erat kaitannya mempelajari alam lingkungannya yang bahwa segala sesuatu yang “dikonsumsi” lambat laun akan “habis”. Mempelajari interaksi manusia dengan lingkungan akan mengingatkan kembali bahwasanya Tuhan menciptakan manusia sebagai kafilah di bumi untuk mengelola dan melestarikan alam.

B.   MASALAH-MASALAH LINGKUNGAN
1)            ADANYA PEMBUKAAN LAHAN/HUTAN
Di tahun 2011 ini kehidupan manusia sangat erat kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin tersebar diseluruh pelosok di dunia. Factor semakin bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan segala tuntutan hidup untuk pemenuhan kebutuhan manusia semakin meningkat. Manusia tidak hanya membutuhkan tempat dimana ia tinggal dan melangsungkan segala hidupnya. Melainkan cara berfikir manusia saat ini bagaimana mereka dapat tinggal di lingkungan yang tidak hanya nyaman dan aman, tetapi lingkungan yang maju, tersedianya berbagai fasilitas dan kemudahan dalam menjalankan aktivitas hidupnya. Pembangunan suatu wilayah menjadi kota besar yang penuh dengan gedung-gedung tinggi dan padatnya pemukiman membuat wilayah tersebut seakan ‘mutlak’ dikuasai manusia. Pembangunan yang semakin tersebar diseluruh wilayah menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan-lahan baru yang digunakan sebagai tempat pemukiman atau lahan investasi perkebunan. Tentu saja lahan-lahan baru yang didapat adalah hasil pembukaan area lingkungan yang masih murni ‘milik’ alam, yaitu pembukaan hutan.
Adanya pembukaan hutan bearti area hutan semakin berkurang, sedangkan kita tahu bahwa ada kehidupan lain selain kehidupan manusia yang patut kita jaga, antara lain kehidupan flora (tumbuhan) dan fauna (hewan) yang terdapat di dalam hutan. Pembukaan lahan menyebabkan perubahan-perubahan besar terhadap lingkungan yakni sebuah proses yang terus berjalan hingga saat ini. Dengan membuka lahan baru, maka tumbuhan dan hewan telah kehilangan habitatnya, hilangnya habitat menyebabkan kelangkaan spesies-spesies tertentu atau bahkan terjadinya kepunahan. Dalam empat abad terakhir laju kepunahan suatu spesies telah meroket. Lebih dari 200 spesies burung dan mamalia diketahui punah, termasuk burung auk raksasa yang tidak dapat terbang, sekitar sepuluh macam hewan berkantung sejenis antelope Afrika yang disebut bluebuck, dan sapi laut  steller berukuran raksasa yang beratnya lebih dari sepuluh ton menjadi korban kepunahan terbesar dalam sejarah. Daftar spesies yang telah hilang mencakup kurang lebih sekitar 400 spesies tumbuhan, 20 reptil dan dua lusin spesies ikan. Pemicu sebuah kepunahan itu adalah fenomena-fenomena biologis yang tidak pernah terjadi sebelumnya: ledakan populasi suatu spesies dominan tunggal “manusia”.
Di Indonesia kepunahan telah terjadi contohnya pada spesies harimau, yaitu harimau bali (Panthera tigris balica) pada akhir tahun 1930-an dan harimau jawa (Panthera tigris sondaica) yang punah pada tahun 1970-an. Yang masih bertahan hidup sampai sekarang adalah harimau sumatera yang digolongkan sebagai hewan langka pada tahun 1973. Bahkan baru-baru ini terjadi kerusakan lahan yang menyebabkan lahan tandus di daerah kabupaten Sintang , Kalimantan Barat. Hal itu terjadi akibat adanya pemanfaatan lahan untuk pertambangan yang sudah tidak dimanfaatkan lagi. Sampai saat ini pembukaan hutan masih kerap kali terjadi setiap tahunnya di provinsi Kalimantan Barat.

2)            POLUSI TANAH, AIR DAN UDARA
Sejarah mencatat, di penghujung tahun 1500-an, para pemutih linen di Belanda membuang limbah beracun ke dalam selokan-selokan yang disebut ‘stinkerd’. Sementara itu si tahun 1600-an, asap batu bara membuat atmosfer London sedemikian beracun sehingga membuat para penulis terkemuka meminta penggunaan batu bara dilarang. Polusi adalah terganggunya sistem-sistem lingkungan akibat pelepasan zat-zat kimia atau agen-agen lainnya.
Polusi dapat terjadi akibat adanya pencemaran yang terjadi di air, tanah, dan udara. Polusi yang terdapat pada air disebabkan oleh limbah-limbah yang terbawa air. Ada dua jenis utama polutan air yaitu zat-zat kimia dari industri dan pertanian serta limbah biologis. Selama ini ada telah banyak usaha-usaha yang dilakukan untuk peningkatan pengelolaan limbah air, akan tetepi belum ada pengelolaan yang pasti untuk menyingkirkan semua kontaminan kimia yang masuk ke dalam aliran-aliran sungai. Zat-zat kimia itu mencakup pupuk dan pestisida dan produk sampingan industri lain yang diantaranya relative tidak berbahaya, sedangkan yang lainnya berpotensi mematikan. Angka-angka yang diperoleh dari US Environmental Protection Agency menunjukan bahwa air tanah di lebih dari 40 negara bagian terkontaminasi oleh nitrat dari pupuk, lebih dari 30 negara bagian juga bermasalah dengan pestisida, residu bensin, dan logam berat. Sungguh merupakan kenyataan yang ironis yang tentunya mengkhawatirkan bagi manusia dan alam tentunya.
Dampak mematikan polusi terparah terjadi di kota Minamata di Jepang sekitar awal 1950-an. Setidaknya 50 orang meninggal, sementara banyak penderita “syndrome Minamata” lainnya menjadi lumpuh seumur hidup. Hal itu terjadi dikarenakan mengkonsumsi hewan laut dari Teluk Minamata dimana air di teluk itu terkontaminasi oleh Raksa (Merkuri) dalam kadar yang tinggi yang berasal dari limbah cair sebuah pabrik di kota itu.
Polusi udara terjadi akibat adanya pencemaran udara oleh asap yang berasal dari api unggun, asap rokok, asap kendaraan, serta asap dari pembakaran yang menjadi zat pencemaran udara. Zat pencemar dapat diklasifikasikan ke dalam sumber alamiah dan buatan. Zat pencemar dibentuk dari bahan baku yang digunakan, terbentuk karena proses pengelolaan (tenologi) yang dipakai, sedangkan pencemaran udara terjadi karena adanya sumber-sumber zat pencemar (emisi) dan terjadinya transportasi zat pencemar dari sumber-sumbernya kepada masyarakat dengan melalui factor-faktor metereologis dan akhirnya masyarakat mengalami akibat berupa terganggunya kehidupan dalam lingkungan mereka karena terjadinya pencemaran. Untuk dapat lebih memudahkan dalam penentuan pengendalian pencemaran, terdapat pembagian sumber pencemar yaitu sumber titik; sumber yang diam, berupa cerobong asap, sumber mobil; sumber yang bergerak yang berasal dari kendaraan bermotor, dan sumber area; sumber yang berasal dari pembakaran terbuka yang terjadi di daerah pemukiman, pedesaan dan di tempat lainnya. Pencemaran udara mudah tersebar ke beberapa daerah yang demikian jauhnya dimana daerah tersebut searah dengan tuiupan angin yang terjadi saat itu. Polusi udara pun dapat terjadi akibat adanya fenomena alam seperti gunung meletus yang menyebabkan serbuk-serbuk larva terbawa oleh angin.

3)            BENCANA
Di Indonesia adanya kasus longsor sampah di TPA Leuwigajah, banjir di daerah Trenggalek pada pertengahan Juni 2006, yang kemudian heboh terjadinya bencana Lumpur panas PT.Lapindo Brantas di Kabupaten Sidoarjo yang masih menjadi petaka hingga saat ini, banjir dan tanah longsor di Kabupaten Sinjai dan Kalimantan pada awal Juli 2006, serta banjir di kota metropolitan Jakarta yang menjadi bencana rutin tiap tahunnya.
Bencana yang terjadi akhir-akhir ini menjadi topic-topic popular dalam kehidupan manusia. Namun alangkah tragisnya setiap bencana yang terjadi justru lebih memusatkan perhatian hanya kepada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap penanganan kasus-kasus bencana alam. Dimulai dari jumlah aliran dana bantuan yang menjadi sorotan masyarakat, kebutuhan sandang dan pangan serta obat-obatan yang selalu terkesan keterlambatan pengiriman serta tenaga relawan yang disediakan dalam penanganan bencana. Sementara penyebab terjadinya bencana hanya dijadikan sebagai renungan sekilas yang mudah terlupakan. Walaupun banyak lembaga-lembaga dan pihak-pihak tertentu yang serius dalam penanganan pencegahan dan penanggulangan bencana, namun harus didukung oleh masyarakat sepenuhnya. Karena yang ‘menikmati’ alam bukan hanya sebantas per kelompok manusia saja. Akan tetapi setiap manusia sangat menggantungkan hidupnya pada alam. Dan perlu disadari betul bahwa manusia memang merupakan pelaku tunggal penyebab terjadinya bencana. Manusia perlu betul untuk menyadari bukan hanya melalui kesadaran fikiran akan tetapi kesadaran harus diwujudkan dengan ‘sikap nyata’ untuk mengamankan diri dengan cara terkonsentrasi pada pencegahan bukan dengan penanggulangan semata. Sikap manusia itu sendirilah yang menciptakan kehidupan manusia selanjutnya. Maka perlu ditelaah dengan benar, apakah paradigma kehidupan manusia saat ini  sangat bersahabat dengan lingkungannya? Lantas mengapa manusia cenderung ‘masih’ melakukan hal-hal yang semestinya menjadi boomerang bagi dirinya sendiri dengan adanya sikap yang tidak memperdulikan lingkungannya?

C.   ETIKA LINGKUNGAN
1)            PENGERTIAN ETIKA LINGKUNGAN
Etika merupakan suatu cara pandang dan kontruksi nilai yang mendasari sikap dan perilaku manusia dalam memperlakukan alam dan lingkungannya. Sony Keraf (2002), Etika merupakan sebuah refleksi krisis tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang dikenal umum selama ini dengan kaitannya dengan lingkungan, cara pandang manusia dengan manusia, hubungan antara manusia dengan alam, serta perilaku yang bersumber dari cara pandang ini. Etika lingkungan diartikan sebagai refleksi kritis tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang selama ini dikenal dalam komunitas manusia untuk diterpakan secara lebih luas dalam komunitas biotis atau komunitas ekologis.
Kesimpulannya, etika lingkungan adalah refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan-pilihan moral yang terkait dengan isu lingkungan hidup, termasuk pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang memberi dampak pada lingkungan.
Arne Naess (Sonny Keraf, 2002) menegaskan, krisis lingkungan dewasa ini hanya dapat diatasi dengan melkukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara fundamental dan radikal. Yang dibutuhkan manusia adalah sebuah pola/gaya hidup baru yuang tidak hanya menyangkut orang per orang tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.

2)            TIGA TEORI ETIKA LINGKUNGAN
1.            Antroposentrisme
Teori antroposentrisme berpendapat bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta. Manusia memiliki hak, kepentingan dan nilai atas alam. Sehingga manusia memiliki kebebasan penuh untuk memanfaatkan alam, mengeksploitasinya untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Karena manusia adalah penguasa tunggal atas alam.
Teori ini diperkuat dengan paradigma ilmu Cartesian yang bersifat mekanistik reduksionis, dimana adanya pemisahan yang tegas antara manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek ilmu pengetahuan yang menyebabkan terjadinya pemisahan antara fakta dengan nilai. Adalah tidak relevan jika menilai baik buruk ilmu pengatahuan dan teknologi beserta segala dampaknya dari segi moral dan agama. Antroposentrisme melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam.

2.            Biosentrisme
Teori biosentrisme memandang setiap bentuk kehidupan dan makhluk hidup memiliki nilai dan berharga bagi kehidupan dan makhluk hidup memiliki nilai dan berharga bagi dirinya sendiri sehingga pantas dan perlu mendapat penghargaan dan kepedulian moral atas nilai dan harga dirinya itu, terlepas apakah ia bernilai tidak bagi manusia. Harus ada perluasan lingkup diberlakukannya etika dan moralitas untuk mencakup seluruh kehidupan di alam semesta. Etika seharusnya tidak lagi dipahami secara terbatas dan sempit yang berlaku pada komunitas manusia, tetapi etika berlaku bagi seluruh komunitas biotic, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya.

3.            Ekosentrisme
Teori Ekosentrisme mengembangkan wilayah pandangan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Secara ekologis, sistem alam semesta dibentuk dan disusun oleh sistem hidup (biotic) dan benda-benda abiotik yang saling berinteraksi satu sama lin. Masing-masing saling membutuhkan dan memiliki fungsi yang saling mengisi dan melengkapi. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup, melainkan juga berlaku bagi seluruh entenitas ekologis.
Implementasinya yaitu gerakan Deep Ecology (DE) yang mengupayakan aksi-aksi konkret dari prinsip moral etika ekosentrisme secara komprehenseif menyangkut seluruh kepentingan elemen ekologis, tidak sekedar sesutau yang instrumental dan ekspansif seperti pada antroposentrisme.
  
[Kaitannya dengan ekologi, adanya paham environmentalisme yang berkeyakinan bahwa lingkungan haruslah dipertahankan dan dilindungi dari kerusakan akibat ulah manusia.  Pandangan ini terdisi dari pandangan pragmatic yaitu untuk mengeksploitasi berbagai sumber daya alam, sumber-sumber itu terkadang harus dilestarikan, pandangan kedua yaitu preservasionisme dimana melibatkan perubahan cara berfikir yang lebih fundamental, gagasan bahwa alam memiliki nilai intrinsic dan harus dilindungi demi alam itu sendiri]

3)            DASAR-DASAR ETIKA DAN KESADARAN LINGKUNGAN
Miller (1982 489)mengidentifikasikan dasar-dasar/pendekatan etika lingkungan , yaitu:
1.            Dasar Pendekatan Ekologis, pemahaman adanya keterkaitan yang luas atas kehidupan dimana tindakan manusia pada masa lalu. Sekarang dan yang akan dating, akan memberi dmapak yang tak dapat diperkirakan.
2.            Dasar Pendekatan Humanisme, menekankan pada pentingnya tanggung jawab kita untuk hak dan kesejahteraan manusia lain atas sumber daya alam.
3.            Dasar Pendekatan Teologis, bersumber pada agama yang nilai-nilai luhur dan mila ajarannya menunjukan bagaimana alam sebenarnya diciptakan dan bagaimana sebenarnya kedudukan dan fungsi manusia serta interaksi yang selayaknyaterjalin antara alam dan manusia.
Miller pun mengidentifikasikan Empat tingkat kesadaran lingkungan :
1.            Polusi, sebagai penanda mulai adanya krisis lingkungan akibat pola hidup dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.            Populasi yang melimpah (overpopulation), peningkatnan jumlah populasi manusia berdampak meningkatnya pola hidup dan jumlah konsumsi yang bverujung pada bertambahnya krisis lingkungan.
3.            Krisis bumi, semakin kompleksnya krisis lingkungan di masyarakat yang berubah menjadi krisis lingkungan secara global.
4.            Keberlanjutan bumi, krisi lingkungan tidak lagi merupakan masalah lingkungan fisik, tetapi merambat ke masalah ekonomi, politik, social budaya dan keamanan dunia. Manusia lantas mulai berfikir dan terbuka matanya atas suatu kebutuhan berkelanjutan generasi (spesies) manusia yng memunculkan tuntutan bagaimana menciptakan proses berkelanjutan bumi (Miller, 1982: 485-488).

D.   PENDIDIKAN ETIKA LINGKUNGAN DAN HARAPAN
Pendidikan etika lingkungan merupakan suatu upaya untuk merubah cara pandang, pemahaman dan perilaku manusia terhadap alam sehingga mereka dapat berfikir, merasakan memilih dan mengambil keputusan serta bertindak penuh pertimbangan dan tanggung jawab dalam memanfaatkan, mengelola atau menyelesaikan masalah lingkungan hidupnya kelak. Pendidikan etika lingkungan yang dilandasi semngat deep ecology dapat memberdayakan seluruh potensi yang ada pada diri subjek didik, baik potensi kognitif, afektif, psikomotor, intra dan interpersonal bahkan spiritual. Penanaman sejak dini tentang kepedulian lingkungan yang dimulai dari kehidupan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat untuk menanamkan dan menumbuhkan kesadaran lingkungan dari mulai hal-hal yang sederhana yang secara konkret dihadapi anak.
Pendidikan etika lingkungan yang kuat dan terpadu diharapkan dapat membentuk generasi muda yang memiliki kepekaan, kepedulian dan komitmen yang tinggi terhadap lingkungan dan pemecahan-pemecahan masalah lingkungan. Hal ini berkontribusi pada upaya membangun dan mengembangkan masyarakatdan tatanan sosial yang memiliki kepekaan ekologis dan mampu menciptakan dan mewujudkan keberlanjutan bumi yang, sehat, sejahtera dan berdaya guna sepanjang waktu.
Pelaksaanaan pendidikan etika lingkungan tentu harus didukung penuh oleh suatu pemerintahan di suatu Negara. Tentang bagaimana system yang ada tidak menjadi pemicu hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendidikan etika lingkungan. Kaitan dengan pengaruh di bidang ekonomi, social, politik diharapkan tidak mempersulit proses penerapan ilmu peserta didik yang merupakan output generasi yang peduli lingkungan. Dukungan perlu ditegaskan oleh lembaga terkait dalam ‘penyembuhan’ alam sehingga tidak terjadinya egoisme dari pihak-pihak tertentu yang hanya mengambil keuntungan dari alam.

E.    TINDAKAN-TINDAKAN UTAMA YANG PERLU DILAKUKAN
1)            MENYELAMATKAN SPESIES
Sejak tahun 1960-an, World Conservation Union (IUCN) telah mengeluarkan serangkaian ‘daftar merah’ yang merincikan spesies-spesies yang terancam punah atau berada pada tingkat kritis. Daftar itu yang lebih sekarang mencakup hingga 40.000 spesies, membantu menentukan sasaran usaha konservasi di area-area dimana berbagai spesies terancam punah. Beberapa usaha konservasi paling sukses adalah penyelamatan angsa gunung dari Hawaii atau néné, yang jumlah populasinya hanya 33 ekor, setelah diterbangkan di cagar alam liar di Inggris raya populasinya meningkat hingga 2.500 ekor dalam waktu setengan abad. Burung Condor California yang tersisa 27 ekor pada 1980-an dan sekarang telah mencapai 70 ekor. Serta burung alap-alap Mauritius yang tersisa 4 ekor pada tahun 1973, sekarang mencapai lebih dari 300 ekor. Namun tidak semudah itu semua spesies dapat dilaksanakan, seperti halnya usaha penyelamatan panda raksasa yang bereproduksi dengan lambat.
Di Indonesia terdapat usaha konservasi terhadap gajah Sumatra, Badak Jawa, dan orang utan Sumatra, Komodo, Penyu.

2)            MENYELAMATKAN TUMBUHAN
Jika kita cermati lebih dalam, tumbuhan yang terancam punah jarang sekali menjadi berita atau bahkan sorotan dibandingkan dengan kepunahan spesies hewan tertentu.  Dibandingkan dengan kenservasi hewan, konservasi tumbuhan merupakan hal yang masih terhitung baru dilakukan. Tumbuhan langka seringkali diperbanyak jumlahnya melalui stek atau bahkan pengumpulan biji yang dunakan sebagai tali penyelamat dari kepunahan spesies tumbuhan tersebut. Terdapat Bank Biji Milenium yang bermarkas di Royal Botanic Gardens, Kew, London yang menargetkan pengumpulan bebijian dari 10% spesies tumbuhan di dunia pada tahun 2010, hal ini sekedar dijadikan upaya sejenak dalam menghadapi perubahan lingkungan yang begitu cepat.
Sejarah pengumpulan tumbuhan menunjukkan bahwa spesies langka dapat pulih dengan pesat jika memperoleh bantuan dari manusia. Salah satu contoh pohon terlangka di dunia yaitu sejenis pohon berdaun jarum yang disebut dawn redwood yang ditemukan di sebuah daerah terpencil di Cina tahun 1944 setelah jutaan tahun diperkirakan punah. Bebijian dawn redwood dikirimkan di kebun-kebun raya di seluruh dunia, dan pohon tersebut sekarang banyak terdapat di taman-taman dan kebun-kebun di dunia.



3)            KEMBALI KE ALAM (BACK TO NATURE)
Penghancuran terhadap lingkungan yang menyebabkan hancurnya habitat yang ada merupakan factor paling utama sebagai penyebab kepunahan. Cara yang terbaik yang dapat dilakukan adalah melindungi lingkungan tempat tinggal mereka. Sekitar 6% permukaan di dunia saat ini telah dijadikan sebagai kawasan yang dilindungi, demikian halnya dengan satu benua penuh yaitu Antartika yang menjadi satu-satunya daratan di bumi yang telah berhasil dilindungi dari introduksi spesies asing terutama kerena sedikit makhluk hidup asing yang dapat bertahan di sana. Di bawah perjanjian-perjanjian internasional yang melindungi benua itu, mengintroduksi bakteri sekalipun dilarang. Banyak ekolog yang berpendapat bahwasanya total area bumi yang dibutuhkan untuk dijadikan kawasan yang dilindungi adalah sekitar 10%, tapi 6% sudah merupakan awal yang baik.
Costa Rica secara luar biasa menyediakan lahan 27% dari keseluruhan luas Negara untuk dirancang sebagai Taman Nasional dan cagar alam. Di Amerika penyediaan lahan hanya mencapai 10%. Lalu, bagaimana dengan di Indonesia? Secara sepintas saja masyarakat Indonesia tentu melihat kurangnya pengoptimalan cagar alam dan taman nasional di Indonesia. Akan tetapi jangan melihat dari upaya-upaya yang dilakukan beberapa pihak tentang pelestarian cagar alam. Namun ambisi kepentingan-kepentingan sepihak yang menyebabkan pembukaan hutan yang ‘disulap’ menjadi perkebunan dan pertanian atau bahkan pemukiman  warga masih sering sekali terjadi demi kepentingan investasi. Oleh karena itu adanya keseimbangan pelaksanaan dengan system yang ada pada suatu wilayah dirasa perlu untuk ditegaskan agar kepentingan-kepentingan ekonomi dapat diselenggarakan secara lebih harmonis terhadap alam.
Selain pelaksanaan terhadap perlindungan lingkungan alamiah, manusia pun perlu melakukan perubahan pola hidup yang selaras dengan keseimbangan alam. Pengurangan konsumsi pada pemakaian bahan-bahan kimia serta penghematan air, pemanfaatan lingkungan dan meminimalisir penggunaan fasilitas yang dapat menyebabkan polusi seperti halnya menggunakan sepeda untuk pengurangan polusi udara. Kegiatan ini tidak merupakan promosi lingkungan hidup saja, tetapi merupakan sasaran kehidupan manusia untuk kebaikan hidupnya di masa depan. Tentunya hal ini akan sangat lebih mudah dilakukan dengan adanya penegasan pemerintah yang memberikan kompromi untuk turut aktif dalam penegasan mencanangkan “hari bebas polusi” sehingga mempermudah terjadinya perubahan gaya hidup masyarakatnya.

4)            MENETAPKAN HUKUM
Sejak tahun 1970-an sejumlah konvensi internasional telah ditetapkan untuk mengatasi masalah polusi udara dan perubahan iklim serta masalah-masalah lingkungan lainnya. Walaupun perjanjian tersebut tidak sempurna namun beberapa diantaranya telah terbukti berguna.  Protocol Montreal mengenai Substansi Perusak Lapisan Ozon ditandatangani tahun 1987 dan diperkokoh tahun 1990 dan 1992, yang merupakan salah satu perjanjian internasional yang paling sukses di bidang lingkungan yaitu mengehentikan poroduksi zat-zat kimia perusak ozon paling lambat tahun 2006. Selain itu adanya konvensi Perdagangan Flaura dan Fauna Terancam Punah (CITES) yang diberlakukan pada 1975. Perdagangan gading merupakan contoh mengenai kesulitan-kesulitan dalam pembuatan aturan untuk menyelamatkan lingkungan. Tahun 1989 setelah terjadi penurunan besar-besaran pada populasi gajah Afrika, anggota-anggota CITES sepakat melarang perdagangan gading sama sekali. Namun sekitar pertengahan 1990-an, Namibia, Bostwana, dan Zimbabwe berargumen kalau satu-satunya cara menyelamatkan gajah Afrika adalah mengijinkan penjualan sebagian kecil gading untuk mendapatkan biaya bagi gajah-gajah tersebut. Para ahli konservasi sampai saat ini masih terbagi ke dalam dua kelompok yang berbeda secara tajam mengenai maslah tersebut, akan tetapi CITES sepakat mengijinkan ketiga Negara itu melakukan perdagangan gading sejak 1999.
Demikian halnya di Indonesia, adanya aturan dan larangan yang telah dibuat pemerintah sebagai upaya dan dukungan terhadap perlindungan alam liar yang kondisinya sangat mengkhawatirkan. Namun tidak sedikit pula kurangnya penegasan dalam implementasi pelaksanaan tersebut, seperti kurangnya biaya yang menjadi factor yang sangat berpengaruh dalam pelestarian lingkungan yang ada.

F.    BUMI DI MASA DEPAN
Pada abad-19 begitu sulit untuk meramalkan kehidupan lingkungan manusia yang nyatanya pertumbuhannya begitu fenomenal selama 100 tahun terakhir. Di awal bada-21 para ekolog dan environmentalis juga mengalami kesulitan memperkirakan seberapa jauh dan seberapa cepat kecenderungan itu dapat dibalik. Hal sangat kuat kaitannya bahwa populasi manusia akan menjadi komponen penting dalam penentu kehidupan manusia mendatang. Akan tetapi ukuran populasi manusia tidaklah cukup dijadikan acuan yang pasti bagaimana suatu pola perubahan kehidupan dimasa mendatang, akan tapi paradigma kebudayaan manusia itu sendiri yang dilakukan jutaan umat manusia di bumi tentang bagaimana cara hidup mereka di bumi sebagai benih yang akan menjadi hasil yang dirasakan anak cucu mereka di kehidap yang akan datang. Sejak dimulainya cara memodifikasi alam dengan era industrialisasi, gaya/ pola hidup manusia menjadi sangat beragam sehingga sebagian orang sekarang memberi dampak lingkungan yang lebih besar pengaruhnya dari sebagian orang lain. Para ekolog merumuskan “Persamaan Dampak” yang dituliskan sebagai berikut:

D =   P X T



         



                    dimana   D = angka dampak total pengaruh manusia terhadap lingkungan,
                                    P = populasi,
                                    T = teknologi.
   Setiap negara akan memeperoleh hasil yang berbeda-beda. Dalam skala global, angka-angka populasi cukup rendah bagi negara-negara yang paling tinggi industrialisasinya, namun factor teknologinya membengkak, akibatnya dampak lingkungan total Negara itu amatlah tinggi. Sedangkan yang terjadi pada negara-negara berkembang justru angka teknologi lebih rendah jumlahnya, namun yang membengkak adalah jumlah populasinya. Hal itu menyebabkan dampak lingkungan yang sama saja tingginya.
Dampak lingkungan yang terjadi menyebabkan degradasi kualitas lingkungan yang sangat merugikan bagi kehidupan manusia sendiri. Adanya peristiwa bencana-bencana yang terjadi sampai merebaknya wabah penyakit dimana peristiwa-peristiwa tersebut telah menelan korban jiwa yang mencapai ratusan bahkan ribuan jiwa. Jikalau hal ini terus terjadi tanpa adanya tindakan tegas manusia itu sendiri dalam memperoleh tingkat keharmonisan hidupnya bersama alam maka apa yang akan terjadi pada bumi di masa depan? Akankah populasi manusia di masa depan harus menjadi korban terparah atas warisan kerusakan bumi dari nenek moyang mereka saat ini? Apakah manusia sendiri yang akan menjadi ‘pembunuh’      manusia berikutnya?bahkan bukan hanya sesamanya manusia pun haruskan menjadi symbol ‘penghancur’ kehidupan lain (hewan dan tumbuhan) yang ada di bumi?
Oleh karena itu keberlanjutan bumi di masa mendatang merupakan tanggung jawab “seluruh” umat manusia di bumi. Apapun yang akan terjadi di masa mendatang, kehidupan manusia 100 tahun terakhir ini hendaknya dijadikan tolak ukur tentang bagaimana cara manusia menghadapi hidup dengan seluruh makhluk hidup yang memilki hak pula atas alam ini. Banyak hikmah dan pelajaran yang dapat diraih atas berbagai fenomena yang terjadi akhir-akhir ini; walaupaun sebagai satu spesies kita memiliki kualitas yang sangat luar biasa, kita tidak dapat meloloskan diri dari jarring-jaring kompleks hubungan ekologi yang mempengaruhi semua kehidupan di bumi.
Terdapat kalimat menyeramkan yang pernah dicetuskan oleh Michael Gorbachev mantan presiden Uni Soviet yaitu ”ekologi telah berhasil mencekik leher kita”. Sekiranya hal itu kita jadikan teguran keras terhadap diri kita sendiri tentang bagaimana cara kita menyingkapi alam. Tidak hanya kita turut menyingkapi secara fisik tentang bagaimana kita melakukan upaya penyesuaian kembali sumber daya alam atau mempertahankan jumlah dan kualitas sumber daya itu, melainkan bagaimana caranya bagi kita untuk memanfaatkan alam dan mengelolanya dengan menimbulkan efek buruk seminim mungkin atau cara lain pengelolaan alam dengan mencari inisiatif agar tidak menimbulkan efek merugikan.  Konservasi dan perservasi yang tetap dirasa perlu kembali dipromosikan agar terjaganya alam dari pengaruh buruk manusia. Harus disadari betul bahwasanya masalah-masalah yang merasuki manusia pada kehidupan era Global saat ini “jangan sampai membutakan kita dari alam”. Ketika alam itu ‘mengeluh’ maka tak kuasa manusia memperkirakan kerugian yang akan ditimbulkannya.



Sumber Referensi :

Sudjoko, dkk. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta : Universitas Terbuka.

      Burnie, David. 2005. Ekologi. Jakarta : Erlangga.

      Fitriana, Rina. 2008. Mengenal Hutan. Bandung : Putra Setia.

      Slamet, Joeli Soemirat. 2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

      www.wikipedia.com